COOPERATIVE
LEARNING
Oleh
Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.
A.
Pendahuluan
Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran kooperatif mendukung
pendekatan umum ini: Setelah menerima pengajaran dari fasilitator, kelaskelas
diatur ke dalam kelompok-kelompok kecil dan memberikan petunjuk yang jelas
berkenaan dengan harapan-harapan tentang hasil-hasil dan saransaran mengenai
proses-proses kelompok. Kelompok-kelompok kecil ini kemudian bekerja melalui
tugas hingga semua kelompok berhasil memahami dan menyelesaikan tugas tersebut
(Johnson & Johnson, 1989).
Sekolah adalah salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa
pendidikan formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus
berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus.
Sebenarnya, kompetisi bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus
dipakai. Ada tiga pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative
learning.
1.
Model
Kompetisi
Banyak pengajar memakai sistem kompetisi dalam pengajaran dan
penilaian anak didik. Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dalam
suasana persaingan. Tidak jarang pula, guru memakai imbalan dan ganjaran
sebagai sarana untuk memotivasi siswa dalam memenangkan kompetisi dengan sesama
pembelaiar. Pola penilaian biasanya, menempatkan sebagian besar anak didik
dalam kategori rata-rata, beberapa anak dalam kategori berprestasi, dan
beberapa lagi sebagai calon tidak lulus.
2.
Model
Individual.
Alternatif menarik dari model pengajaran kompetisi yang dewasa ini
banyak diterapkan di Amerika Serikat adalah pengajaran individual. Dalam model
individual setiap anak didik belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan
kemampuan mereka sendiri. Dengan kata lain, anak didik tidak bersaing dengan
siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman sekelas
dianggap tidak ada karena jarang ada interaksi antara di kelas. Ruang kelas
ditata sedemikian rupa dengan beberapa learning centers, sehingga memungkinkan
anak didik untuk menempati lokasi dalam ruang kelas di mana mereka bisa belajar
sesuai dengan minat dan kebiasaan masing-masing.
3.
Model
Cooperative Learning
Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam
pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin,
falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama
merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa
kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa
kerja sama, buku ini tidak akan bisa diterbitkan. Tanpa kerja sama, kehidupan
ini sudah punah.
Ironisnya, model pembelajiaran cooperative learning belum banyak
diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat
gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan
menerapkan sistem kerjia sama di dalam kelas karena beberapa alasan.
Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi
dalam kerja kelompok, jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model
pembelajaran cooperative learning. Sehingga esensialnya bahwa semua model
mengajar ditandai dengan adanya Struktur Tugas, Struktur Tujuan dan Struktur
Penghargaan (Reward).
B.
Pengertian
Cooperative Learning.
Cooperative
Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam
kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Khas Cooperative Learning yaitu siswa
ditempatkan dalam kelompokkelompok kooperatif dan tinggal bersama dalam satu
kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut
diberi penjelasan atau diberi pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama
yang baik dalam hal:
1.
Bagaimana
menjadi pendengar yang baik.
2.
Bagaimana
memberi penjelasan yang baik.
3.
Bagaimana
cara mengajukan pertanyaan dengan benar dan lain-lainnya.
C.
Unsur-Unsur
Model Pembelajaran Cooperartive Learning
Menurut
Johnson & Johnson, dan Sharan, komponen-komponen penting dari pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut:
1.
Ketergantungan
positif.
2.
Interaksi
promotif langsung.
3.
Akuntabilitas
individual dan kelompok.
4.
Keterampilan-keterampilan
antarpribadi dan kelompok kecil.
5.
Pemrosesan
kelompok
D.
Petunjuk
dan Langkah-langkah
Tabel:
1, Langkah-langkah berdasarkan komponen Cooperative Learning
No
|
TAHAP-TAHAP
|
KEGIATAN
|
1.
|
Memilih tugas-tugas yang tepat
|
Perancang kursus seharusnya memastikan apakah aplikasi, praktek,
atau bagian pengajaran merupakan hal yang tepat untuk aktivitas kelompok.
Aspek-aspek sosial dari muatan pengajaran harus ditunjukkan. Misalnya,
pengajaran bahasa asing seharusnya memberi kesempatan untuk membicarakan
bahasa dengan orang lain dalam sebuah kelompok. Menulis sebuah makalah dalam
bahasa baru adalah aktivitas individual
|
2.
|
Menentukan Ketergantungan Positif
|
Apabila aktivitas kelompok adalah penting untuk mempelajari
keterampilan atau hal baru, maka pengajar harus menyatakan secara jelas bahwa
anggotaanggota kelompok “tenggelam” bersamasama. Hasil-hasil dari
pekerjaannya adalah sebuah refleksi dari semua kontribusi anggota tim.
|
3.
|
Memfasilitasikan kerjasama kooperatif
|
Pengajar harus mendukung kelompok untuk menemukan
kekuatan-kekuatan yang unik dari masing-masing kelompok. Untuk kelompok yang
berhasil, pekerjaan harus menunjukkan kekuatan-kekuatan dari semua anggotanya
|
4.
|
Memberikan interaksi promotif langsung
|
Waktu yang memadai harus diberikan dalam periode pengajaran
interaksi langsung. Pengajar:
1.
Seharusnya
menunjukkan/menjelaskan norma-norma kelompok yang dapat diterima oleh
kelompoknya atau
2.
Memberikan
gambaran-gambaran dari pengalaman.
Sebaliknya, pengajar menyatakan:
1.
Harapan-harapan
tentang apa yang di masukkan dalam pertemuan, seperti pembagian pengetahuan,
pengalaman, dan hadiah.
|
5.
|
Menentukan akuntabilitas individu dan kelompok
|
Fasilitator seharusnya mengembangkan:
1.
Cara
untuk mengevaluasi kinerja individual dan pekerjaan kelompok.
2.
Menyampaikan
bagaimana pekerjaan kelompok akan dinilai.
3.
Evaluasi
kelompok bisa merupakan skor-skor individual.
|
6.
|
Menilai pekerjaan tugas dan kerjasama
|
Waktu harus diberikan pada anggotaanggota kelompok kecil untuk
membahas prosesnya, mungkin pada akhir pertemuan kelompok. Anggota tim
menjelaskan
1.
Tujuan
pertemuan.
2.
Dimana
mereka menyelesaikan tujuan.
3.
Apa
yang dikerjakan dengan baik dan apa yang akan dikerjakan secara berbeda
4.
Membuat
rencana untuk memasukkan umpanbalik pada pertemuan berikutnya
|
E.
Pengelolaan
Kelas Cooperative Learning
Ada
tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model
Cooperative Learning, yakni pengelompokan, semangat Cooperative Learning, dan
penataan ruang kelas.
F.
Teknik-Teknik
Pembelajaran Cooperative Learning.
1.
Teknik
Belajar-Mengajar Gotong Royong
a.
Mencari
Pasangan (Make a Match)
b.
Bertukar
Pasangan.
c.
Berpikir-Berpasangan-Berempat
d.
Berkirim
Salam dan Soal
e.
Kepala
Bernomor (Numbered Heads)
f.
Kepala
Bernomor Terstruktur
g.
Dua
Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray).
h.
Keliling
Kelompok
i.
Kancing
Gemerincing
j.
Keliling
Kelas
k.
Lingkaran
Kecil Lingkaran Besar (inside Outside Circle)
l.
Tari
Bambu
m.
Jigsaw
n.
Bercerita
Berpasangan (Paired Storytelling)
G.
Pelaksanaan
Pelajaran Cooperative Learning.
2.
Tugas-Tugas
Perencanaan
a.
Memilih
Pendekatan
b.
Memilih
Materi yang Sesuai
c.
Bembentukan
Kelompok Siswa
d.
Pengembangan
Materi Dan Tujuan
e.
Mengenalkan
Siswa pada Tugas dan Peran
f.
Merencanakan
Waktu dan Tempat
H.
Penilaian
dan Evaluasi Cooperative Learning
1.
Pengetesan
dalam Cooperative Learning
Untuk
Student Teams-Achievement Devisions (STAD) atau Tim SiswaKelompok Prestasi
(Slavin, 1994), guru meminta siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran yang
berbentuk tes objektif paper-and-pencil , sehingga butir-butir tersebut dapat
di skor di kelas (segera setelah tes diberikan).
Setiap
sistem perkembangan individu memberikan siswa kesempatan baik untuk menyumbang
poin maksimum pada tim jika siswa melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan
peningkatan perkembangan substansial. Sistem poin perkembangan telah
menunjukkan kinerja akademik siswa meskipun tanpa tim, tetapi ini khusunya
penting sebagai komponen STAD karena sistem ini mencegah kemungkinan siswa
berkinerja rendah tidak akan diterima sepenuhnya sebagai anggota kelompok
kerena mereka tidak menyumbangkan poin banyak.
Tidak
ada sistem pen-skoran khusus untuk pendekatan kelompok. Laporan atau presentasi
kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi, dan siswa
hendaknya diberi penghargaan untuk duaduanya, sumbangan individual dan hasil
kolektif.
2.
Pemberian
Nilai dalam Cooperative Learning
Berapa
pengajar yang berpengalaman telah menemukan solusi untuk dilema ini dengan
memberikan 2 evaluasi, satu untukupaya kelompok dan satunya untuk sumbangan
individu.
3.
Pengakuan
Terhadap Upaya Kooperatif
Suatu
tugas penilaian dan evaluasi penting terakhir yang unik untuk Cooperative
Learning adalah pengakuan terhadap upaya dan hasil belajar siswa. SLAVIN dan
para pengembang lain dari Universitas Johns Hopkins, menciptakan konsep
pengumuman tempel kelas mingguan untuk digunakan dalam STAD dan JIGSAW.
Pengajar (kadang-kadang kelas itu sendiri) melaporkan dan mengumumkan tempel
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar