Rabu, 25 April 2018

cooveratif learning oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.


COOPERATIVE LEARNING
Oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.

A.  Pendahuluan
Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran kooperatif mendukung pendekatan umum ini: Setelah menerima pengajaran dari fasilitator, kelaskelas diatur ke dalam kelompok-kelompok kecil dan memberikan petunjuk yang jelas berkenaan dengan harapan-harapan tentang hasil-hasil dan saransaran mengenai proses-proses kelompok. Kelompok-kelompok kecil ini kemudian bekerja melalui tugas hingga semua kelompok berhasil memahami dan menyelesaikan tugas tersebut (Johnson & Johnson, 1989).
Sekolah adalah salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa pendidikan formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus. Sebenarnya, kompetisi bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus dipakai. Ada tiga pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning.
1.    Model Kompetisi
Banyak pengajar memakai sistem kompetisi dalam pengajaran dan penilaian anak didik. Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dalam suasana persaingan. Tidak jarang pula, guru memakai imbalan dan ganjaran sebagai sarana untuk memotivasi siswa dalam memenangkan kompetisi dengan sesama pembelaiar. Pola penilaian biasanya, menempatkan sebagian besar anak didik dalam kategori rata-rata, beberapa anak dalam kategori berprestasi, dan beberapa lagi sebagai calon tidak lulus.
2.    Model Individual.
Alternatif menarik dari model pengajaran kompetisi yang dewasa ini banyak diterapkan di Amerika Serikat adalah pengajaran individual. Dalam model individual setiap anak didik belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Dengan kata lain, anak didik tidak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman sekelas dianggap tidak ada karena jarang ada interaksi antara di kelas. Ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan beberapa learning centers, sehingga memungkinkan anak didik untuk menempati lokasi dalam ruang kelas di mana mereka bisa belajar sesuai dengan minat dan kebiasaan masing-masing.
3.    Model Cooperative Learning
Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, buku ini tidak akan bisa diterbitkan. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.
Ironisnya, model pembelajiaran cooperative learning belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerjia sama di dalam kelas karena beberapa alasan.
Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok, jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran cooperative learning. Sehingga esensialnya bahwa semua model mengajar ditandai dengan adanya Struktur Tugas, Struktur Tujuan dan Struktur Penghargaan (Reward).      

B.  Pengertian Cooperative Learning.
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Khas Cooperative Learning yaitu siswa ditempatkan dalam kelompokkelompok kooperatif dan tinggal bersama dalam satu kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut diberi penjelasan atau diberi pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama yang baik dalam hal:
1.    Bagaimana menjadi pendengar yang baik.
2.    Bagaimana memberi penjelasan yang baik.
3.    Bagaimana cara mengajukan pertanyaan dengan benar dan lain-lainnya.

C.  Unsur-Unsur Model Pembelajaran Cooperartive Learning
Menurut Johnson & Johnson, dan Sharan, komponen-komponen penting dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.    Ketergantungan positif.
2.    Interaksi promotif langsung.
3.    Akuntabilitas individual dan kelompok.
4.    Keterampilan-keterampilan antarpribadi dan kelompok kecil.
5.    Pemrosesan kelompok
D.  Petunjuk dan Langkah-langkah
Tabel: 1, Langkah-langkah berdasarkan komponen Cooperative Learning
No
TAHAP-TAHAP
KEGIATAN
1.
Memilih tugas-tugas yang tepat
Perancang kursus seharusnya memastikan apakah aplikasi, praktek, atau bagian pengajaran merupakan hal yang tepat untuk aktivitas kelompok. Aspek-aspek sosial dari muatan pengajaran harus ditunjukkan. Misalnya, pengajaran bahasa asing seharusnya memberi kesempatan untuk membicarakan bahasa dengan orang lain dalam sebuah kelompok. Menulis sebuah makalah dalam bahasa baru adalah aktivitas individual
2.
Menentukan Ketergantungan Positif
Apabila aktivitas kelompok adalah penting untuk mempelajari keterampilan atau hal baru, maka pengajar harus menyatakan secara jelas bahwa anggotaanggota kelompok “tenggelam” bersamasama. Hasil-hasil dari pekerjaannya adalah sebuah refleksi dari semua kontribusi anggota tim.
3.
Memfasilitasikan kerjasama kooperatif
Pengajar harus mendukung kelompok untuk menemukan kekuatan-kekuatan yang unik dari masing-masing kelompok. Untuk kelompok yang berhasil, pekerjaan harus menunjukkan kekuatan-kekuatan dari semua anggotanya
4.
Memberikan interaksi promotif langsung
Waktu yang memadai harus diberikan dalam periode pengajaran interaksi langsung. Pengajar:
1.    Seharusnya menunjukkan/menjelaskan norma-norma kelompok yang dapat diterima oleh kelompoknya atau
2.    Memberikan gambaran-gambaran dari pengalaman.
Sebaliknya, pengajar menyatakan:
1.      Harapan-harapan tentang apa yang di masukkan dalam pertemuan, seperti pembagian pengetahuan, pengalaman, dan hadiah.
5.
Menentukan akuntabilitas individu dan kelompok
Fasilitator seharusnya mengembangkan:
1.    Cara untuk mengevaluasi kinerja individual dan pekerjaan kelompok.
2.    Menyampaikan bagaimana pekerjaan kelompok akan dinilai.
3.    Evaluasi kelompok bisa merupakan skor-skor individual.
6.
Menilai pekerjaan tugas dan kerjasama
Waktu harus diberikan pada anggotaanggota kelompok kecil untuk membahas prosesnya, mungkin pada akhir pertemuan kelompok. Anggota tim menjelaskan
1.    Tujuan pertemuan.
2.    Dimana mereka menyelesaikan tujuan.
3.    Apa yang dikerjakan dengan baik dan apa yang akan dikerjakan secara berbeda
4.    Membuat rencana untuk memasukkan umpanbalik pada pertemuan berikutnya

E.   Pengelolaan Kelas Cooperative Learning
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Cooperative Learning, yakni pengelompokan, semangat Cooperative Learning, dan penataan ruang kelas.
F.   Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning.
1.    Teknik Belajar-Mengajar Gotong Royong
a.    Mencari Pasangan (Make a Match)
b.    Bertukar Pasangan.
c.    Berpikir-Berpasangan-Berempat
d.   Berkirim Salam dan Soal
e.    Kepala Bernomor (Numbered Heads)
f.     Kepala Bernomor Terstruktur
g.    Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray).
h.    Keliling Kelompok
i.      Kancing Gemerincing
j.      Keliling Kelas
k.    Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (inside Outside Circle)
l.      Tari Bambu
m.  Jigsaw
n.    Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling)
G.  Pelaksanaan Pelajaran Cooperative Learning.
2.    Tugas-Tugas Perencanaan
a.    Memilih Pendekatan
b.    Memilih Materi yang Sesuai
c.    Bembentukan Kelompok Siswa
d.   Pengembangan Materi Dan Tujuan
e.    Mengenalkan Siswa pada Tugas dan Peran
f.     Merencanakan Waktu dan Tempat

H.  Penilaian dan Evaluasi Cooperative Learning
1.    Pengetesan dalam Cooperative Learning
Untuk Student Teams-Achievement Devisions (STAD) atau Tim SiswaKelompok Prestasi (Slavin, 1994), guru meminta siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran yang berbentuk tes objektif paper-and-pencil , sehingga butir-butir tersebut dapat di skor di kelas (segera setelah tes diberikan).
Setiap sistem perkembangan individu memberikan siswa kesempatan baik untuk menyumbang poin maksimum pada tim jika siswa melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan peningkatan perkembangan substansial. Sistem poin perkembangan telah menunjukkan kinerja akademik siswa meskipun tanpa tim, tetapi ini khusunya penting sebagai komponen STAD karena sistem ini mencegah kemungkinan siswa berkinerja rendah tidak akan diterima sepenuhnya sebagai anggota kelompok kerena mereka tidak menyumbangkan poin banyak.
Tidak ada sistem pen-skoran khusus untuk pendekatan kelompok. Laporan atau presentasi kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi, dan siswa hendaknya diberi penghargaan untuk duaduanya, sumbangan individual dan hasil kolektif.
2.    Pemberian Nilai dalam Cooperative Learning
Berapa pengajar yang berpengalaman telah menemukan solusi untuk dilema ini dengan memberikan 2 evaluasi, satu untukupaya kelompok dan satunya untuk sumbangan individu.
3.    Pengakuan Terhadap Upaya Kooperatif
Suatu tugas penilaian dan evaluasi penting terakhir yang unik untuk Cooperative Learning adalah pengakuan terhadap upaya dan hasil belajar siswa. SLAVIN dan para pengembang lain dari Universitas Johns Hopkins, menciptakan konsep pengumuman tempel kelas mingguan untuk digunakan dalam STAD dan JIGSAW. Pengajar (kadang-kadang kelas itu sendiri) melaporkan dan mengumumkan tempel ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

cooveratif learning oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.

COOPERATIVE LEARNING Oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd. A.   Pendahuluan Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran koope...