Rabu, 25 April 2018

cooveratif learning oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.


COOPERATIVE LEARNING
Oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.

A.  Pendahuluan
Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran kooperatif mendukung pendekatan umum ini: Setelah menerima pengajaran dari fasilitator, kelaskelas diatur ke dalam kelompok-kelompok kecil dan memberikan petunjuk yang jelas berkenaan dengan harapan-harapan tentang hasil-hasil dan saransaran mengenai proses-proses kelompok. Kelompok-kelompok kecil ini kemudian bekerja melalui tugas hingga semua kelompok berhasil memahami dan menyelesaikan tugas tersebut (Johnson & Johnson, 1989).
Sekolah adalah salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa pendidikan formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus. Sebenarnya, kompetisi bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus dipakai. Ada tiga pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning.
1.    Model Kompetisi
Banyak pengajar memakai sistem kompetisi dalam pengajaran dan penilaian anak didik. Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dalam suasana persaingan. Tidak jarang pula, guru memakai imbalan dan ganjaran sebagai sarana untuk memotivasi siswa dalam memenangkan kompetisi dengan sesama pembelaiar. Pola penilaian biasanya, menempatkan sebagian besar anak didik dalam kategori rata-rata, beberapa anak dalam kategori berprestasi, dan beberapa lagi sebagai calon tidak lulus.
2.    Model Individual.
Alternatif menarik dari model pengajaran kompetisi yang dewasa ini banyak diterapkan di Amerika Serikat adalah pengajaran individual. Dalam model individual setiap anak didik belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Dengan kata lain, anak didik tidak bersaing dengan siapa-siapa, kecuali bersaing dengan diri mereka sendiri. Teman-teman sekelas dianggap tidak ada karena jarang ada interaksi antara di kelas. Ruang kelas ditata sedemikian rupa dengan beberapa learning centers, sehingga memungkinkan anak didik untuk menempati lokasi dalam ruang kelas di mana mereka bisa belajar sesuai dengan minat dan kebiasaan masing-masing.
3.    Model Cooperative Learning
Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, buku ini tidak akan bisa diterbitkan. Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.
Ironisnya, model pembelajiaran cooperative learning belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerjia sama di dalam kelas karena beberapa alasan.
Sebenarnya, pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok, jika pengajar benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran cooperative learning. Sehingga esensialnya bahwa semua model mengajar ditandai dengan adanya Struktur Tugas, Struktur Tujuan dan Struktur Penghargaan (Reward).      

B.  Pengertian Cooperative Learning.
Cooperative Learning mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Khas Cooperative Learning yaitu siswa ditempatkan dalam kelompokkelompok kooperatif dan tinggal bersama dalam satu kelompok untuk beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebelumnya siswa tersebut diberi penjelasan atau diberi pelatihan tentang bagaimana dapat bekerja sama yang baik dalam hal:
1.    Bagaimana menjadi pendengar yang baik.
2.    Bagaimana memberi penjelasan yang baik.
3.    Bagaimana cara mengajukan pertanyaan dengan benar dan lain-lainnya.

C.  Unsur-Unsur Model Pembelajaran Cooperartive Learning
Menurut Johnson & Johnson, dan Sharan, komponen-komponen penting dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.    Ketergantungan positif.
2.    Interaksi promotif langsung.
3.    Akuntabilitas individual dan kelompok.
4.    Keterampilan-keterampilan antarpribadi dan kelompok kecil.
5.    Pemrosesan kelompok
D.  Petunjuk dan Langkah-langkah
Tabel: 1, Langkah-langkah berdasarkan komponen Cooperative Learning
No
TAHAP-TAHAP
KEGIATAN
1.
Memilih tugas-tugas yang tepat
Perancang kursus seharusnya memastikan apakah aplikasi, praktek, atau bagian pengajaran merupakan hal yang tepat untuk aktivitas kelompok. Aspek-aspek sosial dari muatan pengajaran harus ditunjukkan. Misalnya, pengajaran bahasa asing seharusnya memberi kesempatan untuk membicarakan bahasa dengan orang lain dalam sebuah kelompok. Menulis sebuah makalah dalam bahasa baru adalah aktivitas individual
2.
Menentukan Ketergantungan Positif
Apabila aktivitas kelompok adalah penting untuk mempelajari keterampilan atau hal baru, maka pengajar harus menyatakan secara jelas bahwa anggotaanggota kelompok “tenggelam” bersamasama. Hasil-hasil dari pekerjaannya adalah sebuah refleksi dari semua kontribusi anggota tim.
3.
Memfasilitasikan kerjasama kooperatif
Pengajar harus mendukung kelompok untuk menemukan kekuatan-kekuatan yang unik dari masing-masing kelompok. Untuk kelompok yang berhasil, pekerjaan harus menunjukkan kekuatan-kekuatan dari semua anggotanya
4.
Memberikan interaksi promotif langsung
Waktu yang memadai harus diberikan dalam periode pengajaran interaksi langsung. Pengajar:
1.    Seharusnya menunjukkan/menjelaskan norma-norma kelompok yang dapat diterima oleh kelompoknya atau
2.    Memberikan gambaran-gambaran dari pengalaman.
Sebaliknya, pengajar menyatakan:
1.      Harapan-harapan tentang apa yang di masukkan dalam pertemuan, seperti pembagian pengetahuan, pengalaman, dan hadiah.
5.
Menentukan akuntabilitas individu dan kelompok
Fasilitator seharusnya mengembangkan:
1.    Cara untuk mengevaluasi kinerja individual dan pekerjaan kelompok.
2.    Menyampaikan bagaimana pekerjaan kelompok akan dinilai.
3.    Evaluasi kelompok bisa merupakan skor-skor individual.
6.
Menilai pekerjaan tugas dan kerjasama
Waktu harus diberikan pada anggotaanggota kelompok kecil untuk membahas prosesnya, mungkin pada akhir pertemuan kelompok. Anggota tim menjelaskan
1.    Tujuan pertemuan.
2.    Dimana mereka menyelesaikan tujuan.
3.    Apa yang dikerjakan dengan baik dan apa yang akan dikerjakan secara berbeda
4.    Membuat rencana untuk memasukkan umpanbalik pada pertemuan berikutnya

E.   Pengelolaan Kelas Cooperative Learning
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model Cooperative Learning, yakni pengelompokan, semangat Cooperative Learning, dan penataan ruang kelas.
F.   Teknik-Teknik Pembelajaran Cooperative Learning.
1.    Teknik Belajar-Mengajar Gotong Royong
a.    Mencari Pasangan (Make a Match)
b.    Bertukar Pasangan.
c.    Berpikir-Berpasangan-Berempat
d.   Berkirim Salam dan Soal
e.    Kepala Bernomor (Numbered Heads)
f.     Kepala Bernomor Terstruktur
g.    Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray).
h.    Keliling Kelompok
i.      Kancing Gemerincing
j.      Keliling Kelas
k.    Lingkaran Kecil Lingkaran Besar (inside Outside Circle)
l.      Tari Bambu
m.  Jigsaw
n.    Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling)
G.  Pelaksanaan Pelajaran Cooperative Learning.
2.    Tugas-Tugas Perencanaan
a.    Memilih Pendekatan
b.    Memilih Materi yang Sesuai
c.    Bembentukan Kelompok Siswa
d.   Pengembangan Materi Dan Tujuan
e.    Mengenalkan Siswa pada Tugas dan Peran
f.     Merencanakan Waktu dan Tempat

H.  Penilaian dan Evaluasi Cooperative Learning
1.    Pengetesan dalam Cooperative Learning
Untuk Student Teams-Achievement Devisions (STAD) atau Tim SiswaKelompok Prestasi (Slavin, 1994), guru meminta siswa menjawab kuis tentang bahan pelajaran yang berbentuk tes objektif paper-and-pencil , sehingga butir-butir tersebut dapat di skor di kelas (segera setelah tes diberikan).
Setiap sistem perkembangan individu memberikan siswa kesempatan baik untuk menyumbang poin maksimum pada tim jika siswa melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan peningkatan perkembangan substansial. Sistem poin perkembangan telah menunjukkan kinerja akademik siswa meskipun tanpa tim, tetapi ini khusunya penting sebagai komponen STAD karena sistem ini mencegah kemungkinan siswa berkinerja rendah tidak akan diterima sepenuhnya sebagai anggota kelompok kerena mereka tidak menyumbangkan poin banyak.
Tidak ada sistem pen-skoran khusus untuk pendekatan kelompok. Laporan atau presentasi kelompok dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi, dan siswa hendaknya diberi penghargaan untuk duaduanya, sumbangan individual dan hasil kolektif.
2.    Pemberian Nilai dalam Cooperative Learning
Berapa pengajar yang berpengalaman telah menemukan solusi untuk dilema ini dengan memberikan 2 evaluasi, satu untukupaya kelompok dan satunya untuk sumbangan individu.
3.    Pengakuan Terhadap Upaya Kooperatif
Suatu tugas penilaian dan evaluasi penting terakhir yang unik untuk Cooperative Learning adalah pengakuan terhadap upaya dan hasil belajar siswa. SLAVIN dan para pengembang lain dari Universitas Johns Hopkins, menciptakan konsep pengumuman tempel kelas mingguan untuk digunakan dalam STAD dan JIGSAW. Pengajar (kadang-kadang kelas itu sendiri) melaporkan dan mengumumkan tempel ini.

buku agus suprijono risume, cooperatif learning


COOVERATIF LEARNING, TEORI DAN APLIKASI PAIKEM
OLEH AGUS SUPRIJONO

PAIKEM
Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan
Dunia pendidikan kita ditandai oleh disparitas antara pencapaian academic standard dan performance standard. Faktanya, banyak peserta didik mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, namun pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan. Terdapat jarak cukup jauh antara materi yang dipelajari dengan peserta didik sebagai insan yang mempelajarinya. Materi yang dipelajari terpisah dari peserta didik yang mempelajarinya.
Sebagai medium pendekat antara materi dan peserta didik pada pembelajaran artifisial adalah aktivitas mental berupa hafalan. Pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang dipelajari daripada struktur yang terdapat di dalam materi itu. Pembelajaran seperti ini melelahkan dan membosankan. Pembelajaran seharusnya menjadi aktivitas bermakna yakni pembebasan untuk mengaktualisasi seluruh potensi kemanusiaan, bukan sebaliknya. Pertanyaannya, bagaimana menemukan cara terbaik menciptakan pembelajaran bermakna ?
Seiring dengan pengembangan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan selama dekade ini, muncul pemikiran kritis merenovasi pembelajaran bagi anak bangsa negeri ini menuju pembelajaran yang berkualitas, humanis, organis, dinamis, dan konstruktif. Salah satu pemikiran kritis itu adalah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan atau PAIKEM.
Pembelajaran PAIKEM adalah pembelajaran bermakna yang dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik. Peserta didik dibelajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Peserta didik diperkenankan bekerja secara kooperatif. Praktik PAIKEM membutuhkan kemampuan teoritik dan praktik. Kemampuan teoritik meliputi arti belajar, dukungan teoritis, model pembelajararn, dan pembelajaran
BAB 1
kontekstual. Kemampuan praktik adalah mempraktikkan metode-metode PAIKEM.
MEMAHAMI
ARTI BELAJAR
 




A.   Pengertian Belajar
Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnnya.
B.    Prinsip Belajar
Setelah Anda memahami pengertian belajar, coba Anda pikirkan mengenai prinsip belajar. Dalam hal ini yang Anda pikirkan apa asas belajar itu. Berikut adalah prinsip-prinsip belajar. Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku, Kedua, belajar merupakan proses. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman.
C.    Tujuan Belajar
Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effects.
D.   Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja..



BAB 2
DUKUNGAN TEORITIS


A.   Pengertian Teori
Teori merupakan perangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi mengenai persitiwa-peritiwa tertentu dalam lingkungan. Teori diartikan sebagai hubungan kausalitas dari proposisi-proposisi. Ibarat bangunan, teori tersusun secara kausalitas atas fakta, variabel/ konsep, dan proposisi.
B.    Teori-Teori Belajar
1.    Teori Perilaku
Teori perilaku berakar pada pemikiran behaviorisme. Dalam perspektif behaviorisme pembelajaran diartikan sebagai proses pembentukan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan balas (respon).
Tokoh-tokoh teori perilaku yang tergolong dalam pengkondisian klasik adalah Ivan Petrovich Pavlov, JB Watson, dan Edwin Guthrie. Tokoh-tokoh teori perilaku yang termasuk dalam pengkondisian operan adalah Edward Lee Thorndike dan Skinner.
2.    Teori Belajar Kognitif
Dalam perspektif teori kognitif, Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Belajar menurut teori kognitif adalah perseptual. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain perkembangan kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Peaget, discovery learning oleh Jerome Bruner, reception learning oleh Ausubel.
3.    Teori konstruktivisme
Seiring upaya perbaikan kualitas pembelajaran ke arah pembelajaran organis, filsafat konstruktivisme kian populer di bidang pendidikan pada dekade terakhir ini. Pemikiran filsafat konstruktivisme mengenai hakikat pengetahuan memberikan sumbangan terhadap usaha mendekonstruksi pembelajaran mekanis.
Pengetahuan menurut konstruktivisme bersifat subjektif, bukan objektif. Pengetahuan tidak pernah tunggal. Pengetahuan merupakan realitas plural.
BAB 3
 


MODEL PEMBELAJARAN

A.   Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
B.    Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active teaching. Pembelajaran langsung juga dinamakan whole-class teaching. Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar di mana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara langsung kepada seluruh kelas.
Sintak model pembelajaran langsung sebagai berikut:
FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1 : Establishing Set
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan peserta didik untuk belajar
Fase 2 : Demonstrating
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, menyajikan informasi tahap demi tahap
Fase 4 : Feed back
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
FASE – FASE
PERILAKU GURU
Fase 5 : Extended Practice
Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari

C.    Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie, model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga organisasi, dan kehidupan bersama lainnya.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
1.    Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
2.    Personal responsibility (tanggungjawab perseorangan).
3.    Face to face promotive interaction ( interaksi promotif).
4.    Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).
5.    Group processing (pemrosesan kelompok).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, strutur tujuan, dan struktur reward-nya.
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase.
FASE – FASE
PERILAKU GURU
Fase 1 : Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2 : Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikankan informasi kepada peserta didik secara verbal
Fase 3 : Organize students into learning teams
Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tatacara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4 : Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompokkelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Provide recognition
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

D.   Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning. Mengenai discovery learning, Johnson membedakannya dengan inquiry learning. Dalam discovery learning, ada pengalaman yang disebut “..Ahaa experience” yang dapat diartikan seperti, ..Nah, ini dia”. Sebaliknya, inquiry tidak selalu sampai pada proses tersebut. Hal ini karena proses akhir discovery learning adalah penemuan, sedangkan inquiry learning proses akhir terletak pada kepuasan kegiatan meneliti.
Sintak pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut.
FASE – FASE
FASE – FASE
Fase 1 : Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya
Fase 3 : Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi
Fase 4 : Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model serta membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain
Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu peserta didik melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan

BAB 4
 

PEMBELAJARAN KONTEKTUAL


A.   Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
B.    Strategi Pembelajaran Kontekstual
Berdasarkan Center for Occupational Research and Development (CORD) penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut:
1.    Relating
2.    Experiencing
3.    Applying
4.    Cooperating
5.    Transferring
C.    Komponen Pembelajaran Kontekstual
Ada 7 (tujuh) komponen pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi, dan penilaian autentik.


BAB 5
 


METODE-METODE PAIKEM

A.   Metode-Metode Pembelajaran Kooperatif
1.    Jigsaw
2.    Think – Pair – Share
3.    Numbered Heads Together
4.    Group Investigation
5.    Two Stay Two Stray
6.    Make a Match
7.    Listening Team
8.    Inside-Outside Circle
9.    Bamboo Dancing
10. Point-Counter-Point
11. The Power of Two
12. Listening Team
B.    Metode-Metode Pendukung Pengembangan Pembelajaran Kooperatif
1.    PQ4R
2.    Guided Note Taking
3.    Snowball Drilling
4.    Concept Mapping
5.    Giving Question and Getting Answer
6.    Question Student Have
7.    Talking Stick
8.    Everyone is Teacher Here
9.    Tebak Pelajaran


cooveratif learning oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.

COOPERATIVE LEARNING Oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd. A.   Pendahuluan Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran koope...