Jumat, 02 Maret 2018

bab dua

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mengenal Sejarah Kehidupan Indonesia pada Era Prasejarah
1.      Pengertian Prasejarah
Prasejarah adalah suatu pembabakan dalam peride sejarah yang berlangsung cukup lama. Hal tersebut ditandai dengan belum ditemukannya salah satu peradaban manusia berupa keterangan tertulis. Periode ini pun ditandai dengan cara hidup berburu dan memungut bahan makanan yang tersedia di alam.[1]
2.      Jenis-jenis Manusia Purba yang pernag  ada di Indonesia
Manusia purba yang  ada di Indonesia terdiri atas beberapa jenis. Adapun jenis-jenis manusia purba yang di ketahui dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan oleh bebreapa erkeolog yang pernah hidup di Indonesia beserta asal-usul dan cirri-cirinya mulai yang tertua adalah sebagai berikut:
a.       Meganthropus Paleojavanicus
Fosil manusia purba jenis tertua ini ditemukan oleh von Koenigwald pada tahun 1941 di Sangiran. Diber namaMeganthropus Paleojavanicus karena dilihat dari struktur tulangnnya, manusia ini memiliki ukuran yang sangat besar sehingga disebut Meganthropus. sedangkan, nama Paleojavanicus diambil berdasarkan lokasi penemuannya. Dengan demikian, Meganthropus Paleojavanicus bearti manusia besar tua yang berasal dari jawa.
Adapun cirri-ciri Meganthropus Paleojavanicus sebagai berikut:
1)      Memiliki tulang pipi yang tebal dan kuat.
2)      Otot kunyah yang kuat.
3)      Memiliki tonjolan kening yang mencolok.
4)      Memiliki tonjolan belakang yang tajam.
5)      Tidak memilik dagu.
6)      Perlekatan otot tenguk yang besar dan kuat.
7)      Perawakannya tegap.
8)      makannannya tumbuh-tumbuhan.

b.      Pichecanthropus Erectus
Pichecanthropus Erectus merupakan manusia sejenis monyet (kera) yang ada sebelum Adam.Pichecanthropus  berarti manusia kera, sedangkan Erectus berarti berjalan tegak. Dengan demikian, Pichecanthropus Erectus berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Fosil manusia purba ditemukan tahun 1891 di Trinil pertama kali oleh seorang penggali marmer yang bernama Van Reitschotten. Kemudian, fosil  ini diteliti oleh Eugene Dubois.
Adapun cirri-ciri Pichecanthropus Erectus adalah sebagai berikut.
a.       Tinggi badan sekitar 165-180 cm.
b.      Volume otaknya sekitar 750-1350 cc.
c.       Bentuk tubuh dan anggota badannya tegap.
d.      Alat pengunyah dan tengkuknya kuat.
e.       Rahangnya besar dan kuat.
f.       Hidungnya tebal.
g.      Memiliki tonjolan kening yang tebal,
h.      Tidak memiliki dagu.
i.        Bagian belakang kepalanya menonjol.

Jenis Pichecanthropus yang ditemukan di Indonesia di antaranya sebagai berikut.
1)      Pichecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto), yang ditemukan oleh van Koeningsward pada tahun 1936 di pucangan, sebelah utara Pening dan Mojokerto.
2)      Pichecanthropus Robustus, artinya manusia kera yang besar dan kuat tubuhnya. Ditemukan oleh von Koeningswald pada tahun 1936 di lembah Bengawan solo.
3)      Pichecanthropus Solonsis (manusa kera dari solo) yang di temukan oleh von Koeningswald, Ter Hear, dan Oppenoorth antara tahun 1931-1934 di Ngandong , Kabupaten Blora.
4)      Homo wajakensis (manusia), yang ditemukan oleh E. Dubois pada tahun 1889 di Wajak. dekat kota Tulungagung di lembah Sungai Brantas.

c.       Homo Sapiens
Homo Sapiens diperkirakan merupakan manusia purba yang bentuk fisiknya hampr sama dengan manusia modern saat ini. Manusia purba inilah pertama kali ditemukan di daerah Wajak oleh van Ritschotten, dan diteliti oleh Eugene Dubois.
Adapun cri-ciri manusia Homo Sapiens yang dipercaya sebagai nenek moyang manusia adalah sebagai berikut.
a.       Volume otaknya sekitar 1000-1200 cc.
b.      Tinggi badannya 130-210 cm.
c.       Otot tenguknya telah mengalami penyusutan.
d.      Alat kunyah dan rahangnya telah menyusut.
e.       Muka tidak menonjol ke depan.
f.       Berdiri dengan tegak dan bisa berjalan dengan sempurna.

Terdapat dua jenis manusia Homo Sapiens  yang dikenal di Indonesia antara lain Homo Wajakkensis dan Homo Soloensis.
Demikianlah jenis-jenis manusia purba yang ditemukan atau pernah hidup di Indonesia. Dari perjalanan manusia purba tersebut, jika mengaju pada teori evolusi Charles Darwin terlepas dari prodan kontra mengenai teori ini maka akan didapat suatu kesimpulan mengenai asal-usul manusia seperti tampak pada gambar evolusimanusia berikut.

Adapun yang perlu dicatat dan diketahui, nenek moyang bangsa Indonesia yang sekarang ini bukanlah manusia-manusia jenis Pichecanthropus sampai kepada Homo Soloensis atau Homo Wajakensis walaupun jenis-jenis manusia tersebut terdapat di Indonesia.  Sebab, kemungkinan manusia-manusia jenis itu keturunannya sudah punah.Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari luar Indonesia, yaitu dari daerah Vietnam, dan diperkirakan letaknya di daerah Tonkin.

3.      Kehidupan Masyarakat Prasejarah di Indonesia
Keidupan masyarakat prasejarah di Indonesia dalam berbagai bidang adalah sebagai berikut.
a.         Kehidupan bidang sosial. Selama ratusan ribu tahun sejak zaman tua sampai Zaman Batu Tengah, masyarakat Prasejarah Indnesia hidup sebagai masyarakat nomeden. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk berburu dan mencari makanan.
b.         Bidang Kepemimpinan. Dalam kelompok manusia seperti ini, kepandaian mengumpulkan makanan atau membunuh binatang merupakan satu halyang memungkinkan dirinya diterima sebagai anggota kelompoknya. adapunmereka yang lemah hanya berperan sebagai pengkkut. Dengan demikian, dalam kelompok manusia nomaden, sudah dikenal adanya kedudukan sosial dalam kelompoknya berdasarkan kemampuan menaklukkan alam.
c.         Bidang teknologi, Secara evolusonerm mereka telah bisa membuat serta menggunakan batu perimbas serta alat-alat lainnya untuk berburu dan meramu makanan.
d.        Kehdupan ekonomi. Untuk menunjang kehidupan menetap manusia prasejarah menciptakan alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menunjang pengolahan makanan sebelum dikonsumsi masyarakat prasejraah telah memiliki kepandaian membuat gerabah. Dalam masyarakat yang hidup menetap, pada saat bercocok tanam, diperlukan pembagian tugas untuk diperlukan organisasi sosial.
e.         Sistem kepercayaan. Disini, zaman manusia prasejarah menganut kepercayaan animismedan dinamisme melalui daya berpikirnya tentang suatu kejadian atau gejala-gejala alam.
f.          Perubahan sistem pengolahan makanan. Perubahan dari masyarakat nomaden dan foot gathering berjalan secara evolusioner. Evolusioner tersebut masih dipengaruhi oleh waktu yang panjang, perubahan dalam kemampuan berpikir, serta berbagai tantangan alam yang dihadapi.
Demikianlah keidupan masyarakat prasejarah di Indonesia jika dilihat dari bebagai bidang (sektor) kehidupan.[2]

4.      Migrasi Manusia Indonesia Prasejarah
Sebagaiman juga dicatat oleh Wikipedia, bukti-bukti Homo Sapiens pertama di ketahui dari tengkorak dan sisa-sisa tulang hominim di Wajak, Gua Niah (Serawak), serta temuan-temuan baru di pegunungan Sewu sejak awal paruh kedua abad ke-20 hingga sekarang, membentang dari kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, hingga kawasan Telul pacitan, Kabupaten Pacitan. Temuan di Wajak,  yang pertama kali ditemukan sulit ditentukan penangalannya. Namun, fosil di Gua Niah menunjukkan usia sekitar 40.000 tahun yang lalu. Usia fosil utuh di Gua Braholo (Gunung Kidul, ditemukan tahun 2002) dan Song (Gua) Keplek dan Terus (Pacitan) berusia lebih muda (sekitar 10.000 tahun sebelum era modern atau tahun 0 Masehi). Dugaan ini berasal dari bentuk perkakas yang ditemukan menyertainya.
Walupun berasal dari masa budaya yang berbeda, fosil-fosil itu menunjukkan ciri-ciri Austromelanesoid, suatu subras dari ras Negroid yang sekarang dikenal sebagai penduduk asli Pulau Papua, Melanesia, dan Benua Australia. Teori mengenai asal-usul ras ini pertama kali dideskripsikan oleh Fritz dan Paul Sarasin, dua sarjana bersaudara (sepupu satu sama lain) asal Swiss di akhir abad ke-19. Dalam kajiannya, mereka melihat kesamaan ciri antara orang Vedda yang menghuni Sri Lanka dengan beberapa penduduk asli berciri sama di Asia Tenggara kepulauan dan Australia. 

5.      Sistem Kepercayaan Indonesia Prasejarah
Warga Indonesia purba adalalah penganut animisme dan dinamisme (pemujaan terhadap roh) dan dinamisme (pemujaan terhadap benda) yang memuliakan roh alam dan nenek moyang. Animisme dan dinamisme adalah religi Jawa tertua yang mewarnai keyakinan masyarakatnya. Wujud nyata dalam pemujaan roh dan kekuatan benda melalui permohonan berkah. Arwah leluhur yang telah meninggal dunia dipercaya masih memiliki kekuatan spiritual dan mempengaruhi kehidupan keturunannya. Pemuliaan terhadap arwah nenek moyangmenyebar luas di masyarakat kepulauan Nusantara, mulaidari masyarakat Nias, Batak, Dayak, Toraja, dan Papua. Pemuliaan ini misalnya diwujutkan dalamudalamu pacarapacara syukuran panen yang memanggil roh dewata pwrtanian, hingga upacara kematian dan pemakaman yang rumit untuk mempersiapkan dan mengantar arwah orang yang baru meninggal menuju alam nenek moyang. Kuasa spiritual yang tidak kasat mata ini dikenali sebagai hyang di Jawa dan Bali, dan hingga kini masihdimuliakan dalam agama Hindu Dharma Bali.



6.      Penghidupan Masyarakat Prasejarah di Indonesia
Mengenai penghidupan manusia purba di Indonesia, mata pencaharian dan penghidupan masyarakat Prasejarah di Indonesia berkisar antara berburu dan beramuyang dilakukan oleh masyarakat hutan. Bahkan, kehidupan pertanian yang rumit, dengan bercocok tanam padi-padian, memelihara hewan ternak hingga membuat kerajinan tenun dan tembikar.
Kondisi pertanian yang ideal memungkunkan upaya bercocok tanam padi lahan basah ( sawah) mulai berkembang sekitar abat ke-8 SM. Desa dan kota kecil mulai berkembang berkembang pada abad ke-1 Masehi. Kerajaan ini yang mirip kumpulan kampung yang tunduk kepada seorang kepala suku,berkembang dengan kesatuan suku bangsa dan sistem kepercayaan mereka. Iklim tropis Jawa dengan curah hujan yang cukup banyak dengan tanah vulkanik memungkinkan pertanian padi sawah berkembang subur. Sistem sawah membutuhkan masyarakat yang terorganisasi dengan baik dibandingkan sistem padi lahan kering (lading) yang lebih sederhanasehingga teidak memerlukan sistem social yangrumit untuk mendukungnya.
Kebudayaan Bunu yang berupa budaya tembikar berkembang dipantai utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga 100 M. kebuyaan Buni mungkin merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa[3].

7.      Peninggalan Masa Prasejarah di Indonesia
Peninggalan masa Prasejarah di Indonesia (Nusantara) diketahui dari berbagai temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing sert dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala. Menurut catatan Wikipedia, beberap lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah nusantara di antaranya sebagai berikut :
a.      Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera Selatan
b.      Lembah Sangiran, sekarang menjadi Taman Purbakala
c.       Situs Purbakala Wajak, Tulungagung
d.      Liang Bua, Pulau Flores
e.      Gua Leang-Leang, Sulawesi
f.        Situs Gua perbukitan Sangkulirang, Kutai Timur
g.      Situs pasemah di Lampung
h.      Situs Cibedug, Banten
i.        Situs Pangguyangan, Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat
j.        Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat
k.       Situs Goa Pawon, Bandung
l.        Situs Gunungpadang, Cianjur, Jawa Barat
m.    Situs Gunungpadang Cilacap, Jawa Tengah
n.      Situs Dusun Mbolu, desa Ngepo, Kecamatan Tanggunggunung, kabupaten Tulungagung, Jawa Timur
o.      Situs Gilimanuk, Jemrana, Bali
p.      Situs Desa Keramas, kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali
q.      Situs Gua-gua biak, Papua (40.000-30.000 SM)
r.       Situs Lukisantepi pantai di Raja Ampat, Papua Barat
s.       Situs Tutari, Kabupaten Jayapura, (Periode Magalitikum)
t.        Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalong
Adapun benda-benda antik  peninggalan zaman Prasejarah, yang dihimpun dari berbagai sumber, diantaranya sebagai berikut:
a.      Bejana Perunggu
Bejana perunggu ditemukan di Indonesia hanya ada dua buah, yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti kepisi atau keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggangketika orang sedang mencari ikan. Bejana inidibuat dri dua lempengan perunggu yang cembung, yang diletakkan dengan pacuk besi pada sisi-sisinya. Pola hias pada bejana ini tidak sama susunannya. Bejana yang ditemukan di Kerinci ( Sumatera) berukuran panjang 50,8 cm dengan lebar 37 cm. Sebagian lehernya sudah hilang. Bagian leher ini dihias dengan huruf J dan pola anyaman. Pola s terdapat di bagian tengah badan. Di bagian leher tampak logam berlekuk yang mungkin dipergunakan untuk menggantungkan bejana pada tali.
Bejana perungguy yang ditemukan di Asemjarang, Sampang (Madura) mempunyai ukuran tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. Hiasan bagianleher terbagia tas tiga ruangan, yaitu ruang pertama berisi lima buah tumpal berderet. Di dalam pola ini, terdapat gambar burung merak. Ruang kedua berisi huruf J yang disusun berselan-seling tegak dan terbalik. Dan ruang ketiga berisi pola tumpal sederet sebanya empat buah. Di dalam pola tumpal, terdapat gambar seekor kijang. Bagian badan bejana dihias dengan pola hias spiral yang utuh dan terpotong, dan sepanjang tepinya dihias dengan tumpal. Sepasang pegangan dihias dengan pola tali. Latar belakang hiasan dan pola tumpal ialah denagn titik-titik dan di dalam ruang-ruang dengan pola spiral diisi dengan pola anyman halus. Bejana ini mirip dengan bejana yang ditemukan di Phnom Penh (Khamer). Sementara itu, kapak Makassar yang sangat besar dapat juga dianggap sebagai bejana. Bidang lehernya dihias dengan pola geometris berupa garis-garis spiral yang terdapat pola hias topeng dan pola hias tumpal. Bidang lainnya di leher memperlihatkan pada sepasang mata yang bersususn senagai pola hias utama. Bagian badannya di hias, hanya bagian tepinya terdapat hiasan pola duri ikan. Bagian bawah menonjol, yang sebenarnya merupakan sisa (lidah) tuangan, senagai penyangga kalau benda ini di letakkan berdiri. Panjang benda ini adalah 70,5 cm, lebar badan 45 cm, dan lebar leher 28,8 cm. tempat penemuannya adalah Ujung Pandang ( Makassar ) di Sulawesi Selatan.
b.      Nekara Manusia Purba
Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara, terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometric, gambar burung, gajah, ikan laut, kijang, harimau, dan manusia. Dengan hisan yang demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukp tinggi.
Beberapa tempat ditmukannya nekara, yaitu bali, Sumatera, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Hubungan antar wilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari nekara yang berasal dari selayar dan Kepulauan Kei dihiasai gambar-gambar gajah, emerak, harimau. Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut tidak ada di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.
Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean, Nekara yang sudah ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang mengenakan pakaian orang Tartar. Gambar tersebut menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia saat itu dengan Cina. Jadi, Hubungan antara Indonesia  dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu.
c.       Kapak Corong Manusia Purba
Apak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corang itu, dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak terebut disebut juga kapak sepatu, karena hamper mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pebdek besar, bulat, den panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sematera Selatan, Bali, Sulawesi tengah, dan Selatan, Pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.
d.      Perhiasan Manusia Purba
Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi terhadap seni. hal ini dibuktikan dengan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung dan bandul kalung. Benda-benda tersebut ada yang diberi pola hias da nada yang tidak. Ditemukan pula cincin yang berfungdi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sengat kecil, bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.
e.      Kapak Lonjong
Kapak lonjong merupakan hasil kebudayaan zaman Neolitikum yang terbuat dari batu kali nefrit. Kebudayaan zaman Neolitikin jauh lebih maju di bandngkan zaman sebelumnya. Pada masa itu, senjata seperti kapak lonjong sudah menggunakan pegangan yang terbuat dari kayu dan bambu. Kapak lonjong pada umumnya berbentuk lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian tajaman diasah dari dua arah dengan menghasilkan tajaman yang simetris.
Daerah penemuan kapak lonjong di Indinesia hanya terbatas di daerah bagia timur, yaitu Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Leh, Tanimbar, dan papua. Di serawak, yaitu di gua Niah, kapak lonjong juga ditemukan. Dari tempat-tepat tersebur hanya sedikit yang diperoleh dari penggalian arkeologi, kecuali dari Serawak dan Kalumpang di Sulawesi Tengah.
f.        Kapak Genggam
Disebut juga kapak perimbas. Alat ini berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak. Teknik pembuatannya masih kasar, bagian tajam hanya pada satu sisi. Alat tersebut belum berbingkai, dan diprgunakan dengan cara digenggam. Tempat ditemukannya antara lain di Lahat Sumsel, Kalianda Lampung. Awangbangkai (Kalsel), Cabbenge (Sulsel), dan Trunyan ( Bali).
g.      Alat Serpih
Alat serpih merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam. Alat tersebut berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk, dan pisau. Tempat ditemukannya adalah di Punung, Sangiran, dan Ngandong (lembah Sungai Bengawan Solo), Gombong (Jateng), Lahat, Cabbenge, dan Menggeruda Flores NTT.


h.      Sumatralis
Nama lainnya adalah kapak genggam dari Sumatera. Teknik pembuatannya lebih halus di kapak perimbas. Bagian tajam sudah di kedua sisi. Car menggunakannya masih digenggam. Tempat penemuannya adalah di Lhokseumawe (Aceh) dan Binjai (Sumut).
i.        Beliung Persegi
Beliung persegi merupakan alat dengan permukaan memanjang dan berbentuk persegi empat. Seluruh permukaan alat tersebut talah digosok halus. Sisi pangkal diikat pada tangkai, sisi depan diasah sampai tajam. Beliung persegi berukuran besar berfungsi sebagai cangkul.
Sedangkan yang berukuran kecil berfungsi sebagai alat pengukir rumah atau pahat. Tempat ditemukannya di Sumatera, Jawa, bali, Lombok, dan Sulawesi.
j.        Alat dari Tanah Liat
Alat dari tanah liat antara lain Gearabah. Alat ini dibuat secara sederhana. Tetapi, pada masa perundagian, alat tersebut dibuat dengan teknik yang lebih maju.
k.       Bangunan Megalithik
Bangunan megalithik adalah bangunan-bangunan yang terbuat dari batu besar. Bangunan ini didirikan untuk keperluan kepercayaan.
l.        Mata Panah
Mata panah merupakan alat berburu yang sangat urgen. Selain untuk berburu, mata panah juga digunakan untuk menangkap ikan. Alat ini dibuat bergerigi. Selain dari batu, mata panah juga terbuat dari tulang. Alat ini ditemukan di Gua Lawa, Gua Gede Petpuruh (Jatim), Gua Cakondo, Gua Tomatoa Kacicang, dan Gua Saripa (Sulsel).
m.    Seni Bangunan
Masyrakat pada zamanmegalitikum baanyaak menghasilkan bangunan dari batu yang berukuran besar, seperti punden, dolmen, sarkofagus, dan meja batu.
n.      Seni Patung
Seni patung peninggalan zaman Neolitikum berupa patung-patung penggambaran leluhur yang terbuat dari kayu dan batu. Peninggalan zaman megalitik berupa patung-patung berukuran besar.
o.      Seni Lukis
Peninggalan zaman mesolitikum berupa lukisan cap jari dan lukisan yang menggambarkan perburuan binatang yang ditempatkan pada dinding-dinding gua. Pada zaman Neolitikum dan Megalitikum, lukisan diterapkan pada bangunan, benda-benda kerajinan, dan hiasan ornamen.

B.     Kehidupan Indonesia pada Masa Hindu Budha
1.    Masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia
Masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia secara pasti belum diketahui. Tetapi pada tahun 400 M dipastikan agama Hindu Budha telah berkembang di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan penemuan prasasti pada Yupa di Kalimantan Timur. Prasasti tersebut menunjukkan bahwa telah berkembang kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.Dengan adanya kerajaan pada tahun 400 M, berarti agama Hindu Budha masuk ke Indonesia sebelum tahun tersebut.
Siapa yang membawa kedua agama tersebut ke Indonesia? Terdapat beberapa pendapat atau teori tentang pembawa agama Hindu Budha ke Indonesia. Teori-teori itu adalah sebagai berikut.
a.      Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran pengaruh Hindu ke Indonesia dibawa kaum Brahmana.
b.      Teori ksatria, menyatakan bahwa penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah orang-orang India yang berkasta ksatria. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan serta menyebarkan agama Hindu.
c.       Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebar agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang india yang berkasta Waisya. Para penyebaran pengaruh Hindu itu terdiri atas para pedagang dari India.
d.      Teori Arus Balik, menyatakan bahwa para penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah orang-orang Indonesia sendiri. Mereka mula-mula diundang atau datang sendiri ke India untuk belajar Hindu. Setelah mengusai ilmu tentang agama Hindu, mereka kemudian kembali ke Indonesia dan menyebarkan pengaruh Hindu di Indonesia.
Keempat teori tentang penyebaran agama Hindu ke indonesia tersebut masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Kaum Ksatria dan Waisya, tidak memiliki kemampuan menguasai Kitab Suci Weda.Sementara kaum Brahmana tidak dibebani untuk menyebarkan agama Hindu walaupun mereka dapat membaca kitab suci Weda.Kaum Brahmanapun memiliki pantangan menyeberangi laut.Yang paling mungkin adalah, orang-orang Indonesia datang belajar ke India untuk mempelajari agama Hindu, kemudian merekalah yang menyebarkan agama tersebut ke Indonesia.Penyebaran ini menjadi lebih efektif, karena orang-orang Indonesia jauh lebih memahami mengenai kondisi sosial, adat dan budaya negerinya sendiri[4].
2.      Kerajaan-kerajaan hindu buda di Indonesia
a.      Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia yang diperkirakan berdiri sekitar abat ke-5 M[5]. kerajaan ini berdiri di Muara Kaman, di daerah Aliran sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Keberadaan Kerajaan Kutai diketahui dari prasasi yang berbentuk tiang batu (Yupa). Prasasti tersebut ditemukan di muara Kaman, tulisannya huruf Pallawa, sedang bahasanya adalah Sansekerta[6]
Bangunan tiang tersebut didirikan sebagai tanda adanya suatu peristiwa penting misalnya upacara korban sedekah. Terdapat tujuh buah Yupa yang ditemukan di daerah tersebut. Pada salah satu Yupa, ditemukan prasasti. Berdasar bentuk hurufnya para ahli yakin bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M. Dalam prasasti juga menyebutkan silsilah raja-raja Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam Yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana
Aspek aspek kehidupan kerajaan Kutai meliputi hal hal berikut:
1)      Aspek sosial
Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai ditandai dengan adanya pembagian golongan masyarakat, yaitu golongan Brahmana dan Kesatria. Golongan Brahmana menduduki status paling tinggi. Mereka menguasai bahasa Sangsekerta dan huruf Pallawa, serta menjadi pemimpin dalam upacara ritwal keagamaan. Sedangkan golongan kesatria terdiri atas kaum bangsawan atau para kerabat kerajaan. Adapun diluar golongan tersebut terdapat rakyat biasa yang masih memegang teguh tradisi nenek moyang.
2)      Aspek Ekonomi
Kehidupan ekonomi kerajaan Kutai tidak diketahui secara pasti, kecuali telah disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa raja mulawarman menghadiahkan 20.000 sapi pada kaum brahmana tidak diketahui dengan pasti asal sapi-sapi itu, apakah merupakan hasil ternak kerajaan, hasil ternak rakyat ataukan didatangkan dari tempat lain.
3)      Aspek Keagamaan
Kehidupan masyarakat Kutai mendapat pengaruh agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan antara raja Mulawarman dan para Brahmana. Selain itu juga ada pembangunan tempat suci bernama wapakeswara untuk menghormati dewa-dewa dalam hindu.[7]

b.      Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara atau kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu yang pernah berkuasa di daerah barat Pulau Jawa (Jawa Barat) pada abat ke-4 hingga Abad ke-7 M. trauma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa saat itu, kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
      Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah Jawa Barat di sekitar Bogor. Wilayah kekuasaannya meliputi Banten, Jakarta, dan Cirebon. Sehingga, dapat ditafsirkan hampir menguasai seluruh wilayah Jawa Barat.
Bukti-bukti sebagian besar berupa prasasti, terutama peninggalan raja terkenal Tarumanegara yang bernama Raja Purnawarman. Prasasti-prasasti tersebut antara lain prasasti Ciaruteun, prasasti Kebon Kopi, prasasti Tugu, Prasasti Lebak, prasasti Muara Cianten, dan prasasti Pasair Awi. Prasasti-prasasti itu umumnya bertulis huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta.
1)      Prasasti Ciaruteun
Di dekat muara tepi Sungai Citarum, ditemukan prasasti yang dipahat pada batu. Pada prasasti tersebut terdapat gambar sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Sepasang telapak kaki tersebut Raja Purnawarman diibaratkan sebagai telapak kaki Dewa Wisnu.
2)      Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi terdapat di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibung-bulang, Bogor. Pada prasasti ini ada pahatan gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata (gajah kendaraan DewaWisnu).
3)      Prasasti Jambu
Di sebuah perkebunan jambu, Bukit Koleangkok, kira-kira 30 km sebelah barat Bogor ditemukan pula prasasti. Karena ditemukan di perkebunan Jambu, sehingga dinamakan Prasasti Jambu. Disebutkan dalam prasasti bahwa Raja Purnawarman adalah raja yang gagah, pemimpin yang termasyhur, dan baju zirahnya tidak dapat ditembus senjata musuh. Prasasti ini menggambarkan bagaimana kebesaran Raja Purnawarman.
4)      Prasasti Tugu
Ternyata prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara menyebar di berbagai tempat. Salah satunya adalah prasasti yang ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta. Prasasti ini diberi nama Prasasti Tugu, yang menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan Sungai Candrabhaga. Mengenai nama Candrabhaga, Purbacaraka mengartikan candra sama dengan bulan sama dengan sasi. Jadi, Candrabhaga menjadi sasibhaga dan kemudian menjadi Bhagasasi kemudian menjadi bagasi, akhirnya menjadi menjadi Bekasi.
Prasasti ini sangat penting artinya, karena menunjukkan keseriusan Kerajaan Tarumanegara dalam mengembangkan pertanian. Penggalian Sungai Gomati menggambarkan bahwa teknologi pertanian dikembangkan sangat maju. Kerajaan Tarumanegara telah mengenal sistem irigasi. Selain itu juga menunjukkan bahwa keberadaan sungai dapat digunakan untuk transportasi air dan perikanan.
5)      Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Bogor.
6)      Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten ditemukan di daerah Bogor.
7)      Prasasti Lebak
Prasasti Lebak ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan. Prasasti ini menerangkan tentang keperwiraan, keagungan, dan keberanian Purnawarman sebagai raja dunia.
Prasasti-prasasti di atas menunjukkan kebesaran Kerajaan Tarumanegara sebagai kerajaan pengaruh Hindu Budha di Jawa.Dapat dikatakan bahwa Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu Budha terbesar pertama di Jawa.
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir China yang bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat catatan tentang adanya Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma. Istilah To-lo-mo ini tentu dimaksudkan pada kerajaan Tarumanegara. Dalam kehidupan keagamaan berdasarkan berita dari Fa-Hien, di Tolomo ada tiga agama, yakni agama Hindu, agama Budha dan agama nenek moyang (kepercayaan animisime). Raja memeluk agama Hindu, yang diperkuat dengan adanya gambar tapak kaki raja pada prasasti Ciaruteun yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Adanya dua agama dan kepercayaan tersebut menunjukkan bahwa sikap toleransi telah dijunjung tinggi. Inilah nilai-nilai asli bangsa Indonesia. Bangsa yang agamis, namun tetap menghormati kepercayaan orang lain. Hal ini sangat wajar, mengingat agama adalah hak asasi manusia.[8]
Adapun mengenai kehidupan di kerajaan Tarumanegara dapat dilihat dalam beberapa Aspek berikut:
a)      Aspek politik
Raja Purnawarman adalah raja besar yang berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti Tugu yang menyatakan bahwa Raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena membuatkan kali merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat.
b)      Aspek sosial
Kehiduan sosial kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya Punawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahtraan kehidupan rakyatnya. Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum Brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
c)      Aspek Ekonomi
Prasasti tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6.122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu lintas  pelayaran perdagangan antar daerah di kerajaaan Tarumanegara dengan dunia luar.
Juga perdagangan dengan daerah-daerah disekitarnya.Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur.

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada sekitar abad ke-7M. hal ini didasarkan pada fakta bahwa setelah abad ke-7, berta mengenai kerajaan ini tidak pernah terdengar lagi baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri. Para ahli berpendapat bahwa runtuhnya kerajaan Tarumanegara kemungkinan besar dikarenakan adanya tekanan dari kerajaan Sriwijaya yang terus melakukan ekspantasi wilayah.

c.       Kerajaan Kaling atau Holing,
Diperkirakan terletak di Jawa Tengah. Hal ini didasarkan bahwa berita China tersebut menyebutkan bahwa di sebelah timur Kaling ada Po-li (Bali sekarang), di sebelah barat Kaling terdapat To-po-Teng (Sumatra), sedangkan di sebelah utara Kaling terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudera.
Ada juga yang menghubungkan letak Kaling berada di Kabupaten Jepara. Hal ini dihubungkan dengan adanya sebuah nama tempat di wilayah Jepara yakni Keling. Keling saat ini merupakan nama Kecamatan Keling, sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Namun demikian belum ditemukan secara tegas bahwa Keling mempunyai hubungan dengan kerajaan Kaling.
Sumber utama mengenai Kerajaan Kaling adalah berita Cina, yaitu berita dari Dinasti Tang. Berita inilah yang menggambarkan bagaimana pemerintahan Ratu Sima di Kaling. Sumber sejarah lainnya adalah PrasastiTuk Mas yang ditemukan di lereng Gunung Merbabu. Melalui berita Cina dan Prasasti Tuk Mas tersebut, banyak hal dapat kita ketahui tentang perkembangan Kerajaan Kaling dan kehidupan masyarakatnya.
Menurut berita Cina raja terkenal Kerajaan Kaling adalah Ratu Sima yang memerintah sekitar tahun 674 M. Ratu Sima merupakan raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua ketentuan yang berlaku. Disebutkan bahwa pada masa Ratu Sima, kehidupan sangat aman dan tenteram. Kejahatan sangat minim, karena kerajaan menerapkan hukum tanpa pandang bulu.
Di Kerajaan Keling, Agama Budha berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina bernama Hwi-ning pernah datang di Kaling dan tinggal selama tiga tahun untuk menerjemahkan kitab suci agama Budha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta Kaling bernama Jnanabadra.
Selain bermata pencaharian bertani, penduduk juga melakukan perdagangan. Kehidupan yang sangat makmur tersebut sangat wajar, mengingat Jawa Tengah merupakan pusat hamparan tanah subur. Beberapa gunung berapi di Jawa Tengah sebagai penyeimbang kesuburan utama untuk tanah pertanian dan perkebunan.
Perkembangan Kerajaan Kaling selanjutnya kurang jelas. Belum ditemukan sumber sejarah yang secara tegas meriwayatkan perjalanan Kerajaan Kaling sampai akhir. Namun pada periode selanjutnya kita akan menemukan beberapa Kerajaan Hindu Budha lainnya di Jawa Tengah.

d.      Kerajaan Mataram
Di Jawa Tengah pernah berkembang kerajaan besar pada masa Hindu Buddha. Namanya lebih dikenal dengan Mataram kuno. Nama Mataram kuno digunakan untuk menunjuk Kerajaan Mataram pada masa pengaruh Hindu Budha. Sebab pada perkembangan selanjutnya muncul Kerajaan Mataram yang juga berlokasi di Jawa Tengah juga. Namun kerajaan yang muncul kemudian ini merupakan kerajaan Mataram yang bercorak Islam.
Bukti yang menunjukkan sejarah kerajaan Mataram kuno adalah sebagai berikut:
1)    Prasasli Canggal, berangka tahun 732 M yang ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini berisi tentang asal-usul Dinasti Sanjaya dan pembangunan sebuah lingga di Bukit Stirangga
2)    Prasasti Kalasan, berangka tahun 778 M, berhuruf Pranagari dan bahasa Sanskerta.
3)    Prasasli Klurak, berangka tahun 782 M, ditemukan di daerah Prambanan. Isinya tentang pembuatan arca Manjusri yang terletak di sebelah utara Prambanan.
4)    Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung, berangka tahun 907 M. Isinya tentang silsilah raja-raja keturunan Sanjaya.



e.      Kerajaan Sriwijaya
Menurut berbagai sumber sejarah, pada sekitar abad ke-7, di pantai Sumatra Timur telah berkembang berbagai kerajaan. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Sriwijaya merupakan kerajaan yang berhasil berkembang mencapai kejayaan. Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu.
Sebagaimana halnya kerajaan-kerajaan Hindu Budha lainnya, prasasti merupakan salah satu sumber sejarah utama. Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya sebagian besar ditulis dengan huruf Pallawa.Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Berikut ini beberapa prasasti yang mempunyai hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya.
1)      Prasasti Kedukan Bukit
Ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang yang berangka tahun 605 Saka atau 683 M. Prasasti ini menerangkan bahwa adanya seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra). Dapunta Hyang melakukan perjalanan dengan perahu dari Minangatamwan bersama tentara 20.000 personil.
2)      Prasasti Talang Tuo
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo yang berangka tahun 606 Saka (684 M). Prasasti ini menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
3)      Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isi prasasti terutama tentang kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
4)      Prasasti Kota Kapur
5)      Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya
6)      Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi Prasasti sama dengan isi Prasasti Kota Kapur.
Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda. Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu. Prasasti Nalanda ditemukan di Nalanda, India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut, sumber sejarah Sriwijaya yang penting adalah berita Cina. Misalnya, berita dari I-tshing yang pernah tinggal di Sriwijaya.

Itulah tadi beberapa kerajaan Hindu Budha yang pernah ada di Indonesia masih ada lagi kerajaan –kerajaan lain seperti Kerajaan Sailendra, Medang, Kahuripan, Sunda, Kediri, Dharmasraya, Singasari, Majapahit, dan Malayapura
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai buktikebesaran kerajaan kerajaan di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan kerajaan tersebut.




[1] Mamat Ruhimat dkk., ilmu pengetahuan sosial untuk kelas VII sekolah menengah pertama ( Yokyakarta: Grafindo Media Pratama, 2005) hal 22.
[2] Adi Sudirman Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasiik sampai Kini (Jogjakarta: Diva Press 2014) hal 45-46
[3] Diktat Sudrajat, M. Pd. Dosen mata kuliah  Sejarah Indonesia Pada Masa Hindu Budha JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012. Hal. 32

[4] Diktat Sudrajat, M. Pd. Dosen mata kuliah  Sejarah Indonesia Pada Masa Hindu Budha JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012. Hal. 3
[5] Menurut catatan Wikipedia, kerajaan ini berdiri sekitar abad ke 4. Lihat id.wikiedia.org
[6] Rachmat, Ringkasan pengetahuan Sosial untuk  Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (Yogyakarta: Grasindo, 2008), hlm. 75
[7] Adi Sudirman Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasiik sampai Kini (Jogjakarta: Diva Press 2014) hal 61-62
[8] Diktat Sudrajat, M. Pd. Dosen mata kuliah  Sejarah Indonesia Pada Masa Hindu Budha JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012. Hal. 10

cooveratif learning oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd.

COOPERATIVE LEARNING Oleh Ahmad Noor Fatirul, Drs. ST. M.Pd. A.   Pendahuluan Sebagai sebuah model pengajaran, pembelajaran koope...