BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Mengenal Sejarah Kehidupan Indonesia pada Era
Prasejarah
1. Pengertian Prasejarah
Prasejarah
adalah suatu pembabakan dalam peride sejarah yang berlangsung cukup lama. Hal
tersebut ditandai dengan belum ditemukannya salah satu peradaban manusia berupa
keterangan tertulis. Periode ini pun ditandai dengan cara hidup berburu dan
memungut bahan makanan yang tersedia di alam.[1]
2. Jenis-jenis Manusia Purba yang
pernag ada di Indonesia
Manusia purba yang
ada di Indonesia terdiri atas beberapa jenis. Adapun jenis-jenis manusia
purba yang di ketahui dari hasil ekskavasi yang telah dilakukan oleh bebreapa
erkeolog yang pernah hidup di Indonesia beserta asal-usul dan cirri-cirinya
mulai yang tertua adalah sebagai berikut:
a. Meganthropus Paleojavanicus
Fosil manusia purba jenis
tertua ini ditemukan oleh von Koenigwald pada tahun 1941 di Sangiran. Diber
namaMeganthropus Paleojavanicus
karena dilihat dari struktur tulangnnya, manusia ini memiliki ukuran yang
sangat besar sehingga disebut Meganthropus.
sedangkan, nama Paleojavanicus
diambil berdasarkan lokasi penemuannya. Dengan demikian, Meganthropus Paleojavanicus bearti manusia besar tua yang berasal
dari jawa.
Adapun cirri-ciri Meganthropus Paleojavanicus sebagai
berikut:
1) Memiliki tulang pipi yang tebal dan
kuat.
2)
Otot kunyah yang kuat.
3)
Memiliki tonjolan kening yang mencolok.
4)
Memiliki tonjolan belakang yang tajam.
5)
Tidak memilik dagu.
6)
Perlekatan otot tenguk yang besar dan kuat.
7)
Perawakannya tegap.
8)
makannannya tumbuh-tumbuhan.
b. Pichecanthropus Erectus
Pichecanthropus Erectus
merupakan manusia sejenis monyet (kera) yang ada sebelum
Adam.Pichecanthropus berarti manusia
kera, sedangkan Erectus berarti berjalan tegak. Dengan demikian,
Pichecanthropus Erectus berarti manusia kera yang berjalan tegak.
Fosil manusia purba
ditemukan tahun 1891 di Trinil pertama kali oleh seorang penggali marmer yang
bernama Van Reitschotten. Kemudian, fosil
ini diteliti oleh Eugene Dubois.
Adapun cirri-ciri
Pichecanthropus Erectus adalah sebagai berikut.
a.
Tinggi badan sekitar 165-180 cm.
b.
Volume otaknya sekitar 750-1350 cc.
c.
Bentuk tubuh dan anggota badannya tegap.
d.
Alat pengunyah dan tengkuknya kuat.
e.
Rahangnya besar dan kuat.
f.
Hidungnya tebal.
g.
Memiliki tonjolan kening yang tebal,
h.
Tidak memiliki dagu.
i.
Bagian belakang kepalanya menonjol.
Jenis Pichecanthropus yang ditemukan di Indonesia di
antaranya sebagai berikut.
1)
Pichecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto), yang
ditemukan oleh van Koeningsward pada tahun 1936 di pucangan, sebelah utara
Pening dan Mojokerto.
2)
Pichecanthropus Robustus, artinya manusia kera yang besar dan kuat
tubuhnya. Ditemukan oleh von Koeningswald pada tahun 1936 di lembah Bengawan
solo.
3)
Pichecanthropus Solonsis (manusa kera dari solo) yang di temukan oleh
von Koeningswald, Ter Hear, dan Oppenoorth antara tahun 1931-1934 di Ngandong ,
Kabupaten Blora.
4)
Homo wajakensis (manusia), yang ditemukan oleh E. Dubois pada tahun 1889
di Wajak. dekat kota Tulungagung di lembah Sungai Brantas.
c.
Homo Sapiens
Homo Sapiens diperkirakan merupakan manusia purba yang
bentuk fisiknya hampr sama dengan manusia modern saat ini. Manusia purba inilah
pertama kali ditemukan di daerah Wajak oleh van Ritschotten, dan diteliti oleh
Eugene Dubois.
Adapun cri-ciri manusia Homo Sapiens yang dipercaya
sebagai nenek moyang manusia adalah sebagai berikut.
a.
Volume otaknya sekitar 1000-1200 cc.
b.
Tinggi badannya 130-210 cm.
c.
Otot tenguknya telah mengalami penyusutan.
d.
Alat kunyah dan rahangnya telah menyusut.
e.
Muka tidak menonjol ke depan.
f.
Berdiri dengan tegak dan bisa berjalan dengan sempurna.
Terdapat dua jenis manusia Homo Sapiens yang dikenal di
Indonesia antara lain Homo Wajakkensis dan Homo Soloensis.
Demikianlah jenis-jenis manusia purba yang ditemukan
atau pernah hidup di Indonesia. Dari perjalanan manusia purba tersebut, jika
mengaju pada teori evolusi Charles Darwin terlepas dari prodan kontra mengenai
teori ini maka akan didapat suatu kesimpulan mengenai asal-usul manusia seperti
tampak pada gambar evolusimanusia berikut.
Adapun yang perlu dicatat dan diketahui, nenek moyang
bangsa Indonesia yang sekarang ini bukanlah manusia-manusia jenis Pichecanthropus sampai kepada Homo Soloensis atau Homo Wajakensis
walaupun jenis-jenis manusia tersebut terdapat di Indonesia. Sebab, kemungkinan manusia-manusia jenis itu
keturunannya sudah punah.Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari luar
Indonesia, yaitu dari daerah Vietnam, dan diperkirakan letaknya di daerah
Tonkin.
3.
Kehidupan Masyarakat Prasejarah di Indonesia
Keidupan masyarakat prasejarah di Indonesia dalam
berbagai bidang adalah sebagai berikut.
a.
Kehidupan bidang sosial. Selama ratusan ribu tahun sejak zaman tua
sampai Zaman Batu Tengah, masyarakat Prasejarah Indnesia hidup sebagai
masyarakat nomeden. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain untuk berburu dan mencari makanan.
b.
Bidang Kepemimpinan. Dalam kelompok manusia seperti ini, kepandaian
mengumpulkan makanan atau membunuh binatang merupakan satu halyang memungkinkan
dirinya diterima sebagai anggota kelompoknya. adapunmereka yang lemah hanya
berperan sebagai pengkkut. Dengan demikian, dalam kelompok manusia nomaden,
sudah dikenal adanya kedudukan sosial dalam kelompoknya berdasarkan kemampuan
menaklukkan alam.
c.
Bidang teknologi, Secara evolusonerm mereka telah bisa membuat serta
menggunakan batu perimbas serta alat-alat lainnya untuk berburu dan meramu
makanan.
d.
Kehdupan ekonomi. Untuk menunjang kehidupan menetap manusia prasejarah
menciptakan alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
menunjang pengolahan makanan sebelum dikonsumsi masyarakat prasejraah telah
memiliki kepandaian membuat gerabah. Dalam masyarakat yang hidup menetap, pada
saat bercocok tanam, diperlukan pembagian tugas untuk diperlukan organisasi
sosial.
e.
Sistem kepercayaan. Disini, zaman manusia prasejarah menganut
kepercayaan animismedan dinamisme melalui daya berpikirnya tentang suatu
kejadian atau gejala-gejala alam.
f.
Perubahan sistem pengolahan makanan. Perubahan dari masyarakat nomaden
dan foot gathering berjalan secara evolusioner. Evolusioner tersebut masih
dipengaruhi oleh waktu yang panjang, perubahan dalam kemampuan berpikir, serta
berbagai tantangan alam yang dihadapi.
Demikianlah keidupan masyarakat prasejarah di
Indonesia jika dilihat dari bebagai bidang (sektor) kehidupan.[2]
4.
Migrasi
Manusia Indonesia Prasejarah
Sebagaiman
juga dicatat oleh Wikipedia, bukti-bukti Homo
Sapiens pertama di ketahui dari tengkorak dan sisa-sisa tulang hominim di
Wajak, Gua Niah (Serawak), serta temuan-temuan baru di pegunungan Sewu sejak
awal paruh kedua abad ke-20 hingga sekarang, membentang dari kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta, hingga kawasan Telul pacitan, Kabupaten Pacitan. Temuan di
Wajak, yang pertama kali ditemukan sulit
ditentukan penangalannya. Namun, fosil di Gua Niah menunjukkan usia sekitar
40.000 tahun yang lalu. Usia fosil utuh di Gua Braholo (Gunung Kidul, ditemukan
tahun 2002) dan Song (Gua) Keplek dan Terus (Pacitan) berusia lebih muda
(sekitar 10.000 tahun sebelum era modern atau tahun 0 Masehi). Dugaan ini
berasal dari bentuk perkakas yang ditemukan menyertainya.
Walupun
berasal dari masa budaya yang berbeda, fosil-fosil itu menunjukkan ciri-ciri
Austromelanesoid, suatu subras dari ras Negroid yang sekarang dikenal sebagai
penduduk asli Pulau Papua, Melanesia, dan Benua Australia. Teori mengenai
asal-usul ras ini pertama kali dideskripsikan oleh Fritz dan Paul Sarasin, dua
sarjana bersaudara (sepupu satu sama lain) asal Swiss di akhir abad ke-19.
Dalam kajiannya, mereka melihat kesamaan ciri antara orang Vedda yang menghuni
Sri Lanka dengan beberapa penduduk asli berciri sama di Asia Tenggara kepulauan
dan Australia.
5.
Sistem Kepercayaan Indonesia
Prasejarah
Warga Indonesia purba adalalah
penganut animisme dan dinamisme (pemujaan terhadap roh) dan dinamisme
(pemujaan terhadap benda) yang memuliakan roh alam dan nenek moyang. Animisme
dan dinamisme adalah religi Jawa tertua yang mewarnai keyakinan masyarakatnya.
Wujud nyata dalam pemujaan roh dan kekuatan benda melalui permohonan berkah.
Arwah leluhur yang telah meninggal dunia dipercaya masih memiliki kekuatan
spiritual dan mempengaruhi kehidupan keturunannya. Pemuliaan terhadap arwah
nenek moyangmenyebar luas di masyarakat kepulauan Nusantara, mulaidari
masyarakat Nias, Batak, Dayak, Toraja, dan Papua. Pemuliaan ini misalnya diwujutkan
dalamudalamu pacarapacara syukuran panen yang memanggil roh dewata pwrtanian,
hingga upacara kematian dan pemakaman yang rumit untuk mempersiapkan dan
mengantar arwah orang yang baru meninggal menuju alam nenek moyang. Kuasa
spiritual yang tidak kasat mata ini dikenali sebagai hyang di Jawa dan Bali, dan hingga kini masihdimuliakan dalam agama
Hindu Dharma Bali.
6.
Penghidupan Masyarakat Prasejarah di Indonesia
Mengenai penghidupan manusia purba di
Indonesia, mata pencaharian dan penghidupan masyarakat Prasejarah di Indonesia
berkisar antara berburu dan beramuyang dilakukan oleh masyarakat hutan. Bahkan,
kehidupan pertanian yang rumit, dengan bercocok tanam padi-padian, memelihara
hewan ternak hingga membuat kerajinan tenun dan tembikar.
Kondisi pertanian yang ideal
memungkunkan upaya bercocok tanam padi lahan basah ( sawah) mulai berkembang
sekitar abat ke-8 SM. Desa dan kota kecil mulai berkembang berkembang pada abad
ke-1 Masehi. Kerajaan ini yang mirip kumpulan kampung yang tunduk kepada seorang
kepala suku,berkembang dengan kesatuan suku bangsa dan sistem kepercayaan
mereka. Iklim tropis Jawa dengan curah hujan yang cukup banyak dengan tanah
vulkanik memungkinkan pertanian padi sawah berkembang subur. Sistem sawah
membutuhkan masyarakat yang terorganisasi dengan baik dibandingkan sistem padi
lahan kering (lading) yang lebih sederhanasehingga teidak memerlukan sistem
social yangrumit untuk mendukungnya.
Kebudayaan Bunu yang berupa budaya
tembikar berkembang dipantai utara Jawa Barat dan Banten sekitar 400 SM hingga
100 M. kebuyaan Buni mungkin merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara, salah
satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia yang menghasilkan banyak prasasti yang
menandai awal berlangsungnya periode sejarah di pulau Jawa[3].
7.
Peninggalan Masa Prasejarah di
Indonesia
Peninggalan masa Prasejarah di
Indonesia (Nusantara) diketahui dari berbagai temuan coretan/lukisan di dinding
gua atau ceruk di tebing-tebing sert dari penggalian-penggalian pada
situs-situs purbakala. Menurut catatan Wikipedia, beberap lokasi penemuan
sisa-sisa prasejarah nusantara di antaranya sebagai berikut :
a.
Situs Gua Putri, Baturaja, Sumatera
Selatan
b.
Lembah Sangiran, sekarang menjadi
Taman Purbakala
c.
Situs Purbakala Wajak, Tulungagung
d.
Liang Bua, Pulau Flores
e.
Gua Leang-Leang, Sulawesi
f.
Situs Gua perbukitan Sangkulirang,
Kutai Timur
g.
Situs pasemah di Lampung
h.
Situs Cibedug, Banten
i.
Situs Pangguyangan, Cisolok,
Sukabumi, Jawa Barat
j.
Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat
k.
Situs Goa Pawon, Bandung
l.
Situs Gunungpadang, Cianjur, Jawa
Barat
m.
Situs Gunungpadang Cilacap, Jawa
Tengah
n.
Situs Dusun Mbolu, desa Ngepo,
Kecamatan Tanggunggunung, kabupaten Tulungagung, Jawa Timur
o.
Situs Gilimanuk, Jemrana, Bali
p.
Situs Desa Keramas, kecamatan
Blahbatuh, Gianyar, Bali
q.
Situs Gua-gua biak, Papua
(40.000-30.000 SM)
r.
Situs Lukisantepi pantai di Raja
Ampat, Papua Barat
s.
Situs Tutari, Kabupaten Jayapura,
(Periode Magalitikum)
t.
Gua Babi di Gunung Batu Buli, desa
Randu, Muara Uya, Tabalong
Adapun
benda-benda antik peninggalan zaman
Prasejarah, yang dihimpun dari berbagai sumber, diantaranya sebagai berikut:
a.
Bejana Perunggu
Bejana
perunggu ditemukan di Indonesia hanya ada dua buah, yaitu di Sumatra dan
Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti kepisi atau keranjang
untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggangketika orang sedang mencari ikan.
Bejana inidibuat dri dua lempengan perunggu yang cembung, yang diletakkan
dengan pacuk besi pada sisi-sisinya. Pola hias pada bejana ini tidak sama
susunannya. Bejana yang ditemukan di Kerinci ( Sumatera) berukuran panjang 50,8
cm dengan lebar 37 cm. Sebagian lehernya sudah hilang. Bagian leher ini dihias
dengan huruf J dan pola anyaman. Pola s terdapat di bagian tengah badan. Di
bagian leher tampak logam berlekuk yang mungkin dipergunakan untuk
menggantungkan bejana pada tali.
Bejana
perungguy yang ditemukan di Asemjarang, Sampang (Madura) mempunyai ukuran
tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. Hiasan bagianleher terbagia tas tiga ruangan,
yaitu ruang pertama berisi lima buah tumpal berderet. Di dalam pola ini,
terdapat gambar burung merak. Ruang kedua berisi huruf J yang disusun
berselan-seling tegak dan terbalik. Dan ruang ketiga berisi pola tumpal sederet
sebanya empat buah. Di dalam pola tumpal, terdapat gambar seekor kijang. Bagian
badan bejana dihias dengan pola hias spiral yang utuh dan terpotong, dan
sepanjang tepinya dihias dengan tumpal. Sepasang pegangan dihias dengan pola
tali. Latar belakang hiasan dan pola tumpal ialah denagn titik-titik dan di
dalam ruang-ruang dengan pola spiral diisi dengan pola anyman halus. Bejana ini
mirip dengan bejana yang ditemukan di Phnom Penh (Khamer). Sementara itu, kapak
Makassar yang sangat besar dapat juga dianggap sebagai bejana. Bidang lehernya
dihias dengan pola geometris berupa garis-garis spiral yang terdapat pola hias
topeng dan pola hias tumpal. Bidang lainnya di leher memperlihatkan pada
sepasang mata yang bersususn senagai pola hias utama. Bagian badannya di hias,
hanya bagian tepinya terdapat hiasan pola duri ikan. Bagian bawah menonjol,
yang sebenarnya merupakan sisa (lidah) tuangan, senagai penyangga kalau benda
ini di letakkan berdiri. Panjang benda ini adalah 70,5 cm, lebar badan 45 cm,
dan lebar leher 28,8 cm. tempat penemuannya adalah Ujung Pandang ( Makassar )
di Sulawesi Selatan.
b.
Nekara Manusia Purba
Nekara
adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan
sisi atapnya tertutup. Pada nekara, terdapat pola hias yang beraneka ragam.
Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometric, gambar burung, gajah,
ikan laut, kijang, harimau, dan manusia. Dengan hisan yang demikian beragam,
maka nekara memiliki nilai seni yang cukp tinggi.
Beberapa
tempat ditmukannya nekara, yaitu bali, Sumatera, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar,
Alor, dan Kepulauan Kei. Hubungan antar wilayah di Indonesia diperkirakan sudah
terjadi pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat
dari nekara yang berasal dari selayar dan Kepulauan Kei dihiasai gambar-gambar
gajah, emerak, harimau. Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut
tidak ada di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah
Indonesia bagian barat atau dari benua Asia.
Hal
yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean, Nekara yang sudah ditemukan
di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang
mengenakan pakaian orang Tartar. Gambar tersebut menunjukkan terjadi hubungan
bangsa Indonesia saat itu dengan Cina. Jadi, Hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu.
c.
Kapak Corong Manusia Purba
Apak ini
disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya
belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corang itu, dimasukkan tangkai
kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak terebut disebut juga kapak
sepatu, karena hamper mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu
beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pebdek
besar, bulat, den panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut
candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sematera Selatan, Bali,
Sulawesi tengah, dan Selatan, Pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.
d.
Perhiasan Manusia Purba
Manusia
pada perundagian sudah memiliki apresiasi terhadap seni. hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang
tangan, gelang kaki, cincin, kalung dan bandul kalung. Benda-benda tersebut ada
yang diberi pola hias da nada yang tidak. Ditemukan pula cincin yang berfungdi
bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini
ukurannya sengat kecil, bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak.
Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan
Bali.
e.
Kapak Lonjong
Kapak
lonjong merupakan hasil kebudayaan zaman Neolitikum yang terbuat dari batu kali
nefrit. Kebudayaan zaman Neolitikin jauh lebih maju di bandngkan zaman
sebelumnya. Pada masa itu, senjata seperti kapak lonjong sudah menggunakan
pegangan yang terbuat dari kayu dan bambu. Kapak lonjong pada umumnya berbentuk
lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian
tajaman diasah dari dua arah dengan menghasilkan tajaman yang simetris.
Daerah
penemuan kapak lonjong di Indinesia hanya terbatas di daerah bagia timur, yaitu
Sulawesi, Sangihe Talaud, Flores, Maluku, Leh, Tanimbar, dan papua. Di serawak,
yaitu di gua Niah, kapak lonjong juga ditemukan. Dari tempat-tepat tersebur
hanya sedikit yang diperoleh dari penggalian arkeologi, kecuali dari Serawak
dan Kalumpang di Sulawesi Tengah.
f.
Kapak Genggam
Disebut
juga kapak perimbas. Alat ini berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak.
Teknik pembuatannya masih kasar, bagian tajam hanya pada satu sisi. Alat
tersebut belum berbingkai, dan diprgunakan dengan cara digenggam. Tempat
ditemukannya antara lain di Lahat Sumsel, Kalianda Lampung. Awangbangkai
(Kalsel), Cabbenge (Sulsel), dan Trunyan ( Bali).
g.
Alat Serpih
Alat
serpih merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk
menjadi tajam. Alat tersebut berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk, dan
pisau. Tempat ditemukannya adalah di Punung, Sangiran, dan Ngandong (lembah
Sungai Bengawan Solo), Gombong (Jateng), Lahat, Cabbenge, dan Menggeruda Flores
NTT.
h.
Sumatralis
Nama
lainnya adalah kapak genggam dari Sumatera. Teknik pembuatannya lebih halus di
kapak perimbas. Bagian tajam sudah di kedua sisi. Car menggunakannya masih
digenggam. Tempat penemuannya adalah di Lhokseumawe (Aceh) dan Binjai (Sumut).
i.
Beliung Persegi
Beliung
persegi merupakan alat dengan permukaan memanjang dan berbentuk persegi empat.
Seluruh permukaan alat tersebut talah digosok halus. Sisi pangkal diikat pada
tangkai, sisi depan diasah sampai tajam. Beliung persegi berukuran besar
berfungsi sebagai cangkul.
Sedangkan
yang berukuran kecil berfungsi sebagai alat pengukir rumah atau pahat. Tempat
ditemukannya di Sumatera, Jawa, bali, Lombok, dan Sulawesi.
j.
Alat dari Tanah Liat
Alat
dari tanah liat antara lain Gearabah. Alat ini dibuat secara sederhana. Tetapi,
pada masa perundagian, alat tersebut dibuat dengan teknik yang lebih maju.
k.
Bangunan Megalithik
Bangunan
megalithik adalah bangunan-bangunan yang terbuat dari batu besar. Bangunan ini
didirikan untuk keperluan kepercayaan.
l.
Mata Panah
Mata
panah merupakan alat berburu yang sangat urgen. Selain untuk berburu, mata
panah juga digunakan untuk menangkap ikan. Alat ini dibuat bergerigi. Selain
dari batu, mata panah juga terbuat dari tulang. Alat ini ditemukan di Gua Lawa,
Gua Gede Petpuruh (Jatim), Gua Cakondo, Gua Tomatoa Kacicang, dan Gua Saripa
(Sulsel).
m.
Seni Bangunan
Masyrakat
pada zamanmegalitikum baanyaak menghasilkan bangunan dari batu yang berukuran
besar, seperti punden, dolmen, sarkofagus, dan meja batu.
n.
Seni Patung
Seni
patung peninggalan zaman Neolitikum berupa patung-patung penggambaran leluhur
yang terbuat dari kayu dan batu. Peninggalan zaman megalitik berupa
patung-patung berukuran besar.
o.
Seni Lukis
Peninggalan
zaman mesolitikum berupa lukisan cap jari dan lukisan yang menggambarkan
perburuan binatang yang ditempatkan pada dinding-dinding gua. Pada zaman
Neolitikum dan Megalitikum, lukisan diterapkan pada bangunan, benda-benda
kerajinan, dan hiasan ornamen.
B.
Kehidupan
Indonesia pada Masa Hindu Budha
1.
Masuknya agama Hindu Budha ke
Indonesia
Masuknya agama Hindu Budha ke
Indonesia secara pasti belum diketahui. Tetapi pada tahun 400 M dipastikan
agama Hindu Budha telah berkembang di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan
penemuan prasasti pada Yupa di Kalimantan Timur. Prasasti tersebut menunjukkan
bahwa telah berkembang kerajaan Kutai di Kalimantan Timur.Dengan adanya
kerajaan pada tahun 400 M, berarti agama Hindu Budha masuk ke Indonesia sebelum
tahun tersebut.
Siapa yang membawa kedua agama
tersebut ke Indonesia? Terdapat beberapa pendapat atau teori tentang pembawa
agama Hindu Budha ke Indonesia. Teori-teori itu adalah sebagai berikut.
a.
Teori Brahmana, menyatakan bahwa
penyebaran pengaruh Hindu ke Indonesia dibawa kaum Brahmana.
b.
Teori ksatria, menyatakan bahwa
penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah orang-orang India yang berkasta
ksatria. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan serta
menyebarkan agama Hindu.
c.
Teori Waisya, menyatakan bahwa
penyebar agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang india yang berkasta
Waisya. Para penyebaran pengaruh Hindu itu terdiri atas para pedagang dari
India.
d.
Teori Arus Balik, menyatakan bahwa
para penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah orang-orang Indonesia sendiri.
Mereka mula-mula diundang atau datang sendiri ke India untuk belajar Hindu.
Setelah mengusai ilmu tentang agama Hindu, mereka kemudian kembali ke Indonesia
dan menyebarkan pengaruh Hindu di Indonesia.
Keempat
teori tentang penyebaran agama Hindu ke indonesia tersebut masing-masing
memiliki kebenaran dan kelemahannya. Kaum Ksatria dan Waisya, tidak memiliki
kemampuan menguasai Kitab Suci Weda.Sementara kaum Brahmana tidak dibebani
untuk menyebarkan agama Hindu walaupun mereka dapat membaca kitab suci
Weda.Kaum Brahmanapun memiliki pantangan menyeberangi laut.Yang paling mungkin
adalah, orang-orang Indonesia datang belajar ke India untuk mempelajari agama
Hindu, kemudian merekalah yang menyebarkan agama tersebut ke
Indonesia.Penyebaran ini menjadi lebih efektif, karena orang-orang Indonesia
jauh lebih memahami mengenai kondisi sosial, adat dan budaya negerinya sendiri[4].
2.
Kerajaan-kerajaan hindu buda di
Indonesia
a. Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai merupakan salah satu
kerajaan tertua di Indonesia yang diperkirakan berdiri sekitar abat ke-5 M[5].
kerajaan ini berdiri di Muara Kaman, di daerah Aliran sungai Mahakam,
Kalimantan Timur. Keberadaan Kerajaan Kutai diketahui dari prasasi yang
berbentuk tiang
batu (Yupa). Prasasti tersebut ditemukan di muara Kaman, tulisannya huruf
Pallawa, sedang bahasanya adalah Sansekerta[6]
Bangunan tiang tersebut didirikan
sebagai tanda adanya suatu peristiwa penting misalnya upacara korban sedekah.
Terdapat tujuh buah Yupa yang ditemukan di daerah tersebut. Pada salah satu
Yupa, ditemukan prasasti. Berdasar bentuk hurufnya para ahli yakin bahwa yupa
dibuat sekitar abad ke-5 M. Dalam prasasti juga menyebutkan silsilah raja-raja
Kutai. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah
kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam Yupa karena
kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana
Aspek aspek kehidupan kerajaan Kutai
meliputi hal hal berikut:
1)
Aspek sosial
Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai ditandai dengan adanya
pembagian golongan masyarakat, yaitu golongan Brahmana dan Kesatria. Golongan
Brahmana menduduki status paling tinggi. Mereka menguasai bahasa Sangsekerta
dan huruf Pallawa, serta menjadi pemimpin dalam upacara ritwal keagamaan.
Sedangkan golongan kesatria terdiri atas kaum bangsawan atau para kerabat
kerajaan. Adapun diluar golongan tersebut terdapat rakyat biasa yang masih
memegang teguh tradisi nenek moyang.
2)
Aspek Ekonomi
Kehidupan ekonomi kerajaan Kutai tidak diketahui secara
pasti, kecuali telah disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa raja mulawarman
menghadiahkan 20.000 sapi pada kaum brahmana tidak diketahui dengan pasti asal
sapi-sapi itu, apakah merupakan hasil ternak kerajaan, hasil ternak rakyat
ataukan didatangkan dari tempat lain.
3)
Aspek Keagamaan
Kehidupan masyarakat Kutai mendapat pengaruh agama Hindu. Hal
ini dibuktikan dengan adanya hubungan antara raja Mulawarman dan para Brahmana.
Selain itu juga ada pembangunan tempat suci bernama wapakeswara untuk menghormati dewa-dewa dalam hindu.[7]
b. Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara atau kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu yang
pernah berkuasa di daerah barat Pulau Jawa (Jawa Barat) pada abat ke-4 hingga
Abad ke-7 M. trauma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang
meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di
sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa saat itu, kerajaan Taruma adalah
kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Kerajaan
Tarumanegara terletak di daerah Jawa Barat di sekitar Bogor. Wilayah
kekuasaannya meliputi Banten, Jakarta, dan Cirebon. Sehingga, dapat ditafsirkan
hampir menguasai seluruh wilayah Jawa Barat.
Bukti-bukti sebagian besar berupa
prasasti, terutama peninggalan raja terkenal Tarumanegara yang bernama Raja
Purnawarman. Prasasti-prasasti tersebut antara lain prasasti Ciaruteun,
prasasti Kebon Kopi, prasasti Tugu, Prasasti Lebak, prasasti Muara Cianten, dan
prasasti Pasair Awi. Prasasti-prasasti itu umumnya bertulis huruf Pallawa dan
menggunakan bahasa Sansekerta.
1)
Prasasti Ciaruteun
Di dekat muara tepi Sungai Citarum,
ditemukan prasasti yang dipahat pada batu. Pada prasasti tersebut terdapat
gambar sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Sepasang telapak kaki tersebut
Raja Purnawarman diibaratkan sebagai telapak kaki Dewa Wisnu.
2)
Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi terdapat di
Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibung-bulang, Bogor. Pada prasasti ini ada
pahatan gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata (gajah kendaraan DewaWisnu).
3)
Prasasti Jambu
Di sebuah perkebunan jambu, Bukit
Koleangkok, kira-kira 30 km sebelah barat Bogor ditemukan pula prasasti. Karena
ditemukan di perkebunan Jambu, sehingga dinamakan Prasasti Jambu. Disebutkan
dalam prasasti bahwa Raja Purnawarman adalah raja yang gagah, pemimpin yang
termasyhur, dan baju zirahnya tidak dapat ditembus senjata musuh. Prasasti ini
menggambarkan bagaimana kebesaran Raja Purnawarman.
4)
Prasasti Tugu
Ternyata prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanegara menyebar di berbagai tempat. Salah satunya adalah
prasasti yang ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta. Prasasti ini diberi
nama Prasasti Tugu, yang menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan
Sungai Candrabhaga. Mengenai nama Candrabhaga, Purbacaraka mengartikan candra sama dengan bulan sama dengan sasi.
Jadi, Candrabhaga menjadi sasibhaga dan
kemudian menjadi Bhagasasi kemudian
menjadi bagasi, akhirnya menjadi
menjadi Bekasi.
Prasasti ini sangat penting artinya,
karena menunjukkan keseriusan Kerajaan Tarumanegara dalam mengembangkan
pertanian. Penggalian Sungai Gomati menggambarkan bahwa teknologi pertanian
dikembangkan sangat maju. Kerajaan Tarumanegara telah mengenal sistem irigasi.
Selain itu juga menunjukkan bahwa keberadaan sungai dapat digunakan untuk
transportasi air dan perikanan.
5)
Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi ditemukan di
daerah Bogor.
6)
Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten ditemukan di
daerah Bogor.
7)
Prasasti Lebak
Prasasti Lebak ditemukan di tepi
Sungai Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan. Prasasti ini menerangkan
tentang keperwiraan, keagungan, dan keberanian Purnawarman sebagai raja dunia.
Prasasti-prasasti di atas menunjukkan
kebesaran Kerajaan Tarumanegara sebagai kerajaan pengaruh Hindu Budha di
Jawa.Dapat dikatakan bahwa Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu Budha terbesar
pertama di Jawa.
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara
ternyata juga didapat dari berita musafir China yang bernama Fa-Hien.
Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat catatan tentang adanya
Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma. Istilah To-lo-mo ini tentu
dimaksudkan pada kerajaan Tarumanegara. Dalam kehidupan keagamaan berdasarkan
berita dari Fa-Hien, di Tolomo ada tiga
agama, yakni agama Hindu, agama Budha dan agama nenek moyang (kepercayaan animisime). Raja memeluk agama Hindu,
yang diperkuat dengan adanya gambar tapak kaki raja pada prasasti Ciaruteun
yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu. Adanya dua agama dan kepercayaan
tersebut menunjukkan bahwa sikap toleransi telah dijunjung tinggi. Inilah
nilai-nilai asli bangsa Indonesia. Bangsa yang agamis, namun tetap menghormati
kepercayaan orang lain. Hal ini sangat wajar, mengingat agama adalah hak asasi
manusia.[8]
Adapun mengenai kehidupan di kerajaan
Tarumanegara dapat dilihat dalam beberapa Aspek berikut:
a)
Aspek politik
Raja Purnawarman adalah raja besar
yang berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti
Tugu yang menyatakan bahwa Raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali
sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena membuatkan
kali merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan
sawah-sawah pertanian rakyat.
b)
Aspek sosial
Kehiduan sosial kerajaan Tarumanegara
sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya Punawarman yang terus berusaha
untuk meningkatkan kesejahtraan kehidupan rakyatnya. Raja Purnawarman juga
sangat memperhatikan kedudukan kaum Brahmana yang dianggap penting dalam
melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda
penghormatan kepada para dewa.
c) Aspek Ekonomi
Prasasti tugu
menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah
terusan sepanjang 6.122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis
yang besar bagi masyarakat, karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
mencegah banjir serta sarana lalu lintas
pelayaran perdagangan antar daerah di kerajaaan Tarumanegara dengan dunia
luar.
Juga
perdagangan dengan daerah-daerah disekitarnya.Akibatnya, kehidupan perekonomian
masyarakat kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur.
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan
runtuh pada sekitar abad ke-7M. hal ini didasarkan pada fakta bahwa setelah
abad ke-7, berta mengenai kerajaan ini tidak pernah terdengar lagi baik dari
sumber dalam negeri maupun luar negeri. Para ahli berpendapat bahwa runtuhnya
kerajaan Tarumanegara kemungkinan besar dikarenakan adanya tekanan dari
kerajaan Sriwijaya yang terus melakukan ekspantasi wilayah.
c. Kerajaan Kaling atau Holing,
Diperkirakan terletak di Jawa Tengah.
Hal ini didasarkan bahwa berita China tersebut menyebutkan bahwa di sebelah
timur Kaling ada Po-li (Bali
sekarang), di sebelah barat Kaling terdapat To-po-Teng
(Sumatra), sedangkan di sebelah utara Kaling terdapat Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudera.
Ada juga yang menghubungkan letak
Kaling berada di Kabupaten Jepara. Hal ini dihubungkan dengan adanya sebuah
nama tempat di wilayah Jepara yakni Keling. Keling saat ini merupakan nama
Kecamatan Keling, sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Namun
demikian belum ditemukan secara tegas bahwa Keling mempunyai hubungan dengan
kerajaan Kaling.
Sumber utama mengenai Kerajaan Kaling
adalah berita Cina, yaitu berita dari Dinasti Tang. Berita inilah yang
menggambarkan bagaimana pemerintahan Ratu Sima di Kaling. Sumber sejarah
lainnya adalah PrasastiTuk Mas yang ditemukan di lereng Gunung Merbabu. Melalui
berita Cina dan Prasasti Tuk Mas tersebut, banyak hal dapat kita ketahui
tentang perkembangan Kerajaan Kaling dan kehidupan masyarakatnya.
Menurut berita Cina raja terkenal
Kerajaan Kaling adalah Ratu Sima yang memerintah sekitar tahun 674 M. Ratu Sima
merupakan raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum dilaksanakan
dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua ketentuan yang
berlaku. Disebutkan bahwa pada masa Ratu Sima, kehidupan sangat aman dan
tenteram. Kejahatan sangat minim, karena kerajaan menerapkan hukum tanpa
pandang bulu.
Di Kerajaan Keling, Agama Budha
berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina bernama Hwi-ning pernah datang di Kaling dan tinggal selama tiga tahun
untuk menerjemahkan kitab suci agama Budha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam
usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu
oleh seorang pendeta Kaling bernama Jnanabadra.
Selain bermata pencaharian bertani,
penduduk juga melakukan perdagangan. Kehidupan yang sangat makmur tersebut
sangat wajar, mengingat Jawa Tengah merupakan pusat hamparan tanah subur.
Beberapa gunung berapi di Jawa Tengah sebagai penyeimbang kesuburan utama untuk
tanah pertanian dan perkebunan.
Perkembangan Kerajaan Kaling
selanjutnya kurang jelas. Belum ditemukan sumber sejarah yang secara tegas
meriwayatkan perjalanan Kerajaan Kaling sampai akhir. Namun pada periode
selanjutnya kita akan menemukan beberapa Kerajaan Hindu Budha lainnya di Jawa
Tengah.
d. Kerajaan Mataram
Di Jawa Tengah pernah berkembang
kerajaan besar pada masa Hindu Buddha. Namanya lebih dikenal dengan Mataram
kuno. Nama Mataram kuno digunakan untuk menunjuk Kerajaan Mataram pada masa
pengaruh Hindu Budha. Sebab pada perkembangan selanjutnya muncul Kerajaan
Mataram yang juga berlokasi di Jawa Tengah juga. Namun kerajaan yang muncul
kemudian ini merupakan kerajaan Mataram yang bercorak Islam.
Bukti yang menunjukkan sejarah kerajaan Mataram kuno adalah
sebagai berikut:
1) Prasasli Canggal, berangka tahun 732 M yang ditulis dengan huruf
Palawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini berisi tentang asal-usul Dinasti
Sanjaya dan pembangunan sebuah lingga di Bukit
Stirangga
2) Prasasti Kalasan, berangka tahun 778 M, berhuruf Pranagari dan
bahasa Sanskerta.
3) Prasasli Klurak, berangka tahun 782 M, ditemukan di daerah
Prambanan. Isinya tentang pembuatan arca
Manjusri yang terletak di sebelah utara Prambanan.
4) Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung, berangka tahun 907 M.
Isinya tentang silsilah raja-raja keturunan Sanjaya.
e. Kerajaan Sriwijaya
Menurut berbagai sumber sejarah, pada
sekitar abad ke-7, di pantai Sumatra Timur telah berkembang berbagai kerajaan.
Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya.
Sriwijaya merupakan kerajaan yang berhasil berkembang mencapai kejayaan. Pada
tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu.
Sebagaimana halnya kerajaan-kerajaan
Hindu Budha lainnya, prasasti merupakan salah satu sumber sejarah utama.
Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya sebagian besar ditulis dengan
huruf Pallawa.Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Berikut ini beberapa prasasti
yang mempunyai hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya.
1) Prasasti
Kedukan Bukit
Ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang yang
berangka tahun 605 Saka atau 683 M. Prasasti ini menerangkan bahwa adanya
seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci (siddhayatra). Dapunta Hyang melakukan perjalanan dengan perahu dari
Minangatamwan bersama tentara 20.000 personil.
2) Prasasti
Talang Tuo
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di daerah Talang
Tuo yang berangka tahun 606 Saka (684 M). Prasasti ini menyebutkan tentang
pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra.
Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
3)
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini
tidak berangka tahun. Isi prasasti terutama tentang kutukan-kutukan yang
menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
4)
Prasasti Kota Kapur
5)
Prasasti Kota Kapur ditemukan di
Pulau Bangka. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti
terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya
6)
Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi. Prasasti ini
berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi Prasasti sama dengan isi Prasasti Kota
Kapur.
Beberapa
prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda. Prasasti Ligor
berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu. Prasasti Nalanda
ditemukan di Nalanda, India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut,
sumber sejarah Sriwijaya yang penting adalah berita Cina. Misalnya, berita dari
I-tshing yang pernah tinggal di
Sriwijaya.
Itulah
tadi beberapa kerajaan Hindu Budha yang pernah ada di Indonesia masih ada lagi
kerajaan –kerajaan lain seperti Kerajaan Sailendra, Medang, Kahuripan, Sunda,
Kediri, Dharmasraya, Singasari, Majapahit, dan Malayapura
Dilihat
dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang
ditemukan sebagai buktikebesaran kerajaan kerajaan di atas, dapat diketahui
bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai
peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukan telah
berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan kerajaan tersebut.
[1]
Mamat Ruhimat dkk., ilmu pengetahuan sosial untuk kelas VII sekolah menengah
pertama ( Yokyakarta: Grafindo Media Pratama, 2005) hal 22.
[2]
Adi Sudirman Sejarah Lengkap Indonesia
dari Era Klasiik sampai Kini (Jogjakarta: Diva Press 2014) hal 45-46
[3]
Diktat Sudrajat, M. Pd. Dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Pada Masa Hindu Budha JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012.
Hal. 32
[4]
Diktat Sudrajat, M. Pd. Dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Pada Masa Hindu Budha JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012.
Hal. 3
[5]
Menurut catatan Wikipedia, kerajaan ini berdiri sekitar abad ke 4. Lihat
id.wikiedia.org
[6]
Rachmat, Ringkasan pengetahuan Sosial
untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah
(Yogyakarta: Grasindo, 2008), hlm. 75
[7]
Adi Sudirman Sejarah Lengkap Indonesia
dari Era Klasiik sampai Kini (Jogjakarta: Diva Press 2014) hal 61-62
[8]
Diktat Sudrajat, M. Pd. Dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Pada Masa Hindu Budha JURUSAN
PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012.
Hal. 10